Alkisah ada seorang raja yang adil dan bijaksana. Setiap hari raja bekerja keras membangun negaranya untuk mensejahterakan rakyat. Fasilitas-fasilitas umum yang dibangunnya membuat masyarakat hidup dalam kemakmuran.
Suatu hari raja yang sedang pergi berburu terpisah dengan para pengawalnya. Saat berada di suatu lembah, raja bertemu dengan seekor singa. Dalam situasi yang berbahaya, dua orang petani yang sedang melewati lembah mendengar teriakan raja dan auman singa yang bersiap bertarung. Mereka segera menuju lokasi dan akhirnya berhasil menyelamatkan raja. Raja yang lolos dari ancaman maut merasa berterimakasih kepada kedua petani. Ia meminta mereka untuk menemuinya besok di istana.
Keesokan paginya petani pertama menemui raja. Raja berkata, "Kamu telah menyelamatkan hidupku. Aku ingin memberi hadiah kepadamu. Kamu mau minta apa?" Petani pertama mengatakan ia ingin mendapat uang emas sebanyak satu kotak. Raja kemudian memberikan sekotak uang emas.
Tidak lama setelah petani pertama pulang, petani kedua menemui raja. Raja menawarkan hal yang sama kepada petani kedua. Petani kedua mengatakan bahwa ia tidak meminta apa-apa. Raja selama ini telah bekerja keras membangun fasilitas-fasilitas untuk rakyatnya. Sebagai rakyat ia merasakan perbedaan dibandingkan raja sebelumnya. Ia sudah lama menjadi pengagum raja.
Petani kedua sudah merasa bahagia karena telah melakukan hal yang membuat raja senang. Mendengar keikhlasan dan cinta petani kedua, raja terharu. Sejak saat itu pershahabatan mereka terjalin. Raja sering mengundang makan petani kedua. Mereka sering berbincang-bincang dengan akrab seperti layaknya shahabat karib. Tanpa petani kedua meminta, raja sering mengirim hadiah ke rumah petani kedua. Hadiah yang sangat banyak, lebih dari sekedar sekotak uang emas.
Hamba yang Memilih Tuhan dari pada Surga
Kisah fiktif di atas adalah perumpamaan yang dapat menjelaskan perkataan ahli hikmah yang membagi hubungan hamba dengan Allah SWT. Ada hamba yang beribadah kepada Allah SWT karena menginginkan surga. Ada yang beribadah karena takut neraka. Namun, kedudukan hamba yang tertinggi adalah hamba yang beribadah karena ia mencintai Allah SWT.
Hamba yang sangat mencintai Allah SWT ini umumnya adalah hamba yang mampu merasakan sifat-sifat Allah SWT yang mulia. Ia merasakan bahwa Allah SWT telah memberikan begitu banyak nikmat kepadanya. Semua yang ia miliki, ia pandang berasal dari Allah SWT. Bahkan kesehatan, kecerdasan, kekayaan, dan segala yang ia gunakan untuk beribadah pun berasal dari Allah SWT sehingga ia merasa tidak layak meminta upah berupa surga. Keagungan Allah SWT begitu nyata di matanya sehingga ia lebih memilih menjadi kekasih Allah SWT.
Kisah dua petani di atas juga dapat menjelaskan syair Rabi’ah al-Adawiyah. Ia adalah seorang sufi yang termasyhur akan kecintaannya kepada Allah SWT. Ia mengucapkan syair yang mungkin terasa janggal bagi beberapa orang yang mendengarnya.
Ya Ilahi! Jika sekiranya aku beribadah kepada Engkau karena takut akan siksa neraka, maka bakarlah aku dengan neraka-Mu. Dan, jika aku beribadah kepada Engkau karena berharap akan masuk surga, maka haramkanlah aku daripadanya. Tetapi, jika aku beribadah kepada Engkau hanya karena semata-mata karena kecintaanku kepada-Mu, maka janganlah, Ya Ilahi, Engkau haramkan aku melihat keindahanmu yang Azali.
Rabi'ah al-Adawiyah dilanda mabuk asmara. Ia sangat mencintai Allah SWT. Cinta yang membuatnya tidak lagi memperdulikan surga dan neraka. Ia merasa bahagia ketika ia bersama Allah SWT saat bermunajat. Cinta yang menjadikannya fokus mengejar cinta Allah SWT.
Prilaku Para Pecinta yang Rela Menderita
Bagi orang yang belum merasakan cinta tidak akan bisa memahami prilaku aneh orang yang jatuh cinta. Ia tidak bisa membayangkan ada orang yang meninggalkan kenikmatan hanya karena cinta. Tidak terpikir olehnya ada orang yang rela menderita hanya karena cinta. Tapi bagi orang yang dirundung cinta, mereka melakukannya karena gelora asmara.
Seorang yang mencintai pasangannya akan senang berkorban untuk membahagiakan kekasihnya. Seorang ibu yang menyayangi anaknya siap mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan anaknya. Begitu banyak cerita cinta yang menakjubkan di dunia. Bahkan induk hewan pun rela kelaparan asalkan anaknya kenyang. Jika demikian anehnya pengaruh cinta, lalu kenapa merasa heran dengan prilaku orang yang sangat cinta kepada Allah SWT.
Jika demikian, apakah beribadah karena menginginkan surga adalah suatu kesalahan? Tentu saja tidak. Allah SWT di beberapa ayat di dalam Al-Quran memotivasi hamba-hambaNya untuk beribadah dengan imbalan surga. Seperti halnya petani pertama dalam cerita di atas yang menginginkan sekotak uang emas. Tidak ada yang salah atas pilihan yang diambil oleh petani pertama. Raja tetap menyayanginya dan memberikan hadiah yang diminta.
Ketika hamba belum mampu memahami hakikat kehidupan, tentulah ia akan mengalami kesulitan untuk mencintai Allah SWT di atas segala-galanya. Apalagi Allah SWT bukan hanya tidak dapat dilihat oleh manusia di dunia, Allah SWT bahkan tidak mampu dan tidak boleh untuk dibayangkan. Wajar saja kalau banyak manusia yang lebih memilih surga karena belum mampu mengenal Allah SWT.
Kenikmatan Terbesar di Surga
Kelak saat berada di akhirat manusia baru memahami bahwa nikmat terbesar di akhirat bukanlah surga. Nikmat terbesar di akhirat adalah saat manusia bertemu dengan Allah SWT. Nabi Muhammad SAW bersabda:
Jika penghuni surga telah masuk surga, Allah Ta’ala berfirman, “Apakah kalian mau tambahan nikmat (dari kenikmatan surga yang telah kalian peroleh)?” “Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami? Dan Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka?” Kemudian Allah singkap hijab (penutup wajahNya yang mulia), dan mereka mengatakan, “Tidak ada satupun kenikmatan yang lebih kami cintai dari memandang wajah Allah Ta’ala.” (HR. Muslim)
Mencintai Allah SWT di akhirat tentu saja hal yang sangat mudah karena Allah SWT telah membuka hijabNya. Seperti terpesonanya seorang laki-laki ketika melihat wanita yang sangat cantik yang membuka cadarnya. Namun, mencintai Allah SWT saat sudah berada di akhirat adalah hal yang terlambat.
Gagal mencintai Allah SWT saat di dunia merupakan salah satu kegagalan hidup yang besar. Kegagalan ini disebabkan terutama karena tidak berusaha mengenal Allah SWT. Walaupun Allah SWT menutup dirinya dengan hijab, tetapi Allah SWT memberikan ayat-ayat qouliyah dan ayat-ayat kauniyah untuk dapat mengenal diriNya.
Seperti seorang pemuda yang melihat wanita yang menutup wajahnya dengan hijab. Ia bisa memilih untuk mengenalnya lebih dalam atau meninggalkanya. Jika ia merasa ingin mengenal lebih dekat, ia akan berusaha bertanya kepada orang-orang di sekitar wanita tersebut. Bertanya tentang sikap, kecerdasan, kelembutan, dan hal-hal lainnya. Ia bahkan akan meminta ibu atau saudara wanitanya untuk menemui wanita tersebut. Jika ia betul-betul ingin mengenalnya, ia pasti akan berusaha.
Jalan untuk Bisa Mencintai Allah SWT
Mengenal Allah SWT, selain berusaha tafakur dan tadabur, yang lebih penting adalah memohon kepada Allah SWT agar mampu mencintai Allah SWT sebagaimana Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Di antara doa Nabi Daud adalah ‘ALLAHUMMA INNI AS-ALUKA HUBBAK, WA HUBBA MAYYUHIBBUK, WAL ‘AMALA ALLADZI YUBALLIGHUNII HUBBAK. ALLOHUMMAJ’AL HUBBAKA AHABBA ILAYYA MIN NAFSII WA AHLII WA MINAL MAA-IL BAARID’ (artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu untuk cinta kepada-Mu, mencintai orang yang mencintai-Mu, dan amal yang dapat menyampaikanku untuk mencintai-Mu. Ya Allah, jadikanlah cinta kepada-Mu melebihi cintaku terhadap diriku sendiri, keluarga, dan air yang dingin).” (HR. Tirmidzi)
Para sufi berusaha mengenal Allah SWT dengan menyebut-nyebut asmaNya. Mereka dengan bimbingan mursyid menyebut-nyebut asma Ar-Rahman agar dapat memahami cinta kasih Allah SWT. Mereka menyebut-nyebut asma Ar-Rahiim untuk merasakan betapa sayangnya Allah SWT kepada hambaNya.
Wallahu a’lam bisshowab
Posting Komentar