UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Mengukur Level Kedekatan Bersama Tuhan




Perbincangan dengan ibu-ibu arisan kemarin membuat Yanti gelisah. Mereka saling menceritakan kata-kata cinta dari suami. Meskipun sama-sama tahu itu adalah rayuan gombal yang lebay, tetap saja memberikan kegembiraan bagi mereka.

Yanti merasa galau karena Tono, suaminya, tidak pernah menyatakan cintanya. Pernikahan mereka terjadi karena perjodohan orang tua. Yanti tidak tahu apakah Tono cinta kepadanya atau tidak.

Memang Tono selalu baik kepadanya. Mereka berteman sejak kecil. Namun, Tono memang orang baik yang selalu santun kepada semua orang. Itulah sebabnya orang tuanya menjodohkannya dengan Tono.

Seandainya pernikahannya disebabkan karena Tono melamar dirinya, tentu ia tidak meragukan cinta Tono. Jangan-jangan Tono menikahinya karena patuh kepada orang tuanya. Jangan-jangan Tono, yang taat beribadah, hanya sekedar menjalankan kewajibannya sebagai seorang anak yang berbakti.

Ilustrasi kisah Yanti yang penasaran dengan cinta suaminya adalah hal yang wajar. Sepasang kekasih tentu ingin mengetahui seberapa dalam cinta kekasihnya. Ketika pasangannya berinteraksi dengan lawan jenis, seorang kekasih akan menatap tajam dengan cemburu. Ia khawatir ada orang lain yang lebih tinggi kedudukannya di hati pasangannya.

Orang yang beriman dan mencintai Tuhan juga ingin mengetahui cinta Tuhan kepada dirinya. Cinta Tuhan tentu lebih misterius daripada cinta manusia yang bisa dilihat bentuk dzahirnya. Tatapan mata, rayuan kata, dan hadiah-hadiah yang diberikan manusia bisa menggambarkan adanya perasaan cinta.

Meskipun misterius, cinta kepada Tuhan pasti berbalas. Berbeda dengan cinta manusia yang kadang bertepuk sebelah tangan. Di antara manusia bisa terjadi kesalahfahaman sehingga cinta belum tentu berbalas. Seperti kisah cinta yang ribet yang ditampilkan dalam drama-drama sinetron.

Tuhan mengetahui manusia yang berpura-pura mencintaiNya. Tuhan juga mengetahui manusia yang tulus mencintaiNya. Oleh karena Tuhan mengetahui isi hati manusia, maka cinta manusia kepada Tuhan pasti mendapatkan balasan cintaNya.

Di dalam hadits qudsi, disebutkan bahwa Allah SWT akan mengikuti prasangka hambaNya. Jika Hamba memiliki prasangka baik kepada Allah SWT maka Allah SWT akan baik kepadanya. Jika hamba berusaha mendekat kepada Allah SWT, maka Allah SWT akan mendekatinya. Allah SWT mengetahui semua perbuatan yang dilakukan hambaNya. Nabi Muhammad SAW bersabda:
Sesungguhnya Allah berfirman, “Aku menurut prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya saat ia mengingat-Ku. Jika ia mengingatku dalam kesendirian, Aku akan mengingatnya dalam kesendirian-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam keramaian, Aku akan mengingatnya dalam keramaian yang lebih baik daripada keramaiannya. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku akan mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari. (HR Bukhari dan Muslim)
Untuk menjawab seberapa besar cinta Allah SWT kepada seorang hamba, maka perlu dilihat sedekat apa hubungannya dengan Allah SWT. Untuk melihat seberapa dekat hubungan hamba dengan Allah SWT, perlu dilihat seberapa dekat ia merasakannya. Semakin hamba merasa dekat dengan Allah SWT maka semakin dekatlah ia dengan Allah SWT.

Semakin seorang hamba berusaha melaksanakan semua perintah Allah SWT, maka semakin naik levelnya. Seorang hamba yang terus berjalan menuju Allah SWT akan semakin bisa merasakan kedekatan Allah SWT.

Ada beberapa level kedekatan manusia dengan Tuhan. Level ini tentu tidak bisa dipaksakan sebagaimana perasaan cinta juga tidak akan bisa dipaksakan. Level kedekatan ini sebanding dengan pengenalan atau ma'rifat kepada Tuhan. Semakin ia mengenal Tuhan, maka semakin dekat ia denganNya.

Berdasarkan ceramah seorang ustadz yang pernah penulis dengar, level kedekatan manusia dengan Tuhan bisa dikelompokkan minimal dalam empat level .

A. Level Manusia yang Tidak percaya Adanya Tuhan.

Level pertama, yang sangat jauh dengan Tuhan adalah manusia yang tidak percaya adanya Tuhan. Orang-orang ateis ini tentu tidak akan merasakan kedekatan dengan Tuhan. Bagaimana mau dekat, sedangkan percaya bahwa Tuhan ada saja tidak mampu?

Mereka mengira bahwa alam terjadi begitu saja tanpa ada yang mencipta. Mereka mengira reaksi fisika di alam semesta seperti gempa, angin, hujan, petir, dan lain-lain secara tidak sengaja menyatukan unsur-unsur yang menjadi dasar kehidupan.

Mereka juga mengira bahwa reaksi kimia yaitu tercampurnya zat karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, belerang, dan lain-lain akan membentuk makhluk hidup yang sederhana. Khayalan mereka berlanjut. Makhluk hidup yang sederhana tadi berevolusi menjadi makhluk-makhluk lain yang beraneka ragam.

Jangankan membentuk makhluk hidup, reaksi fisika dan reaksi kimia di alam semesta tidak akan sanggup membentuk protein yang terdiri dari ribuan asam amino yang sangat rumit. Padahal satu sel makhluk hidup bukan hanya membutuhkan protein. Ia juga membutuhkan lemak, karbohidrat, dan asam nukleat.

Itu baru membuat materinya. Padahal makhluk hidup memiliki unsur non materi yang disebut ruh yang rahasianya hanya diketahui oleh Tuhan. Mereka yang tidak percaya Tuhan adalah manusia-manusia bodoh yang tidak mampu menyimpulkan bahwa keteraturan alam semesta ada yang mengaturnya.

B. Level Manusia yang Meyakini Tuhan Menciptakan Alam Semesta.

Level kedua adalah kelompok manusia yang meyakini bahwa Tuhan menciptakan alam semesta namun tidak dapat menyadari kemampuan Tuhan mengawasi alam semesta. Meskipun berkali-kali di dalam Al-Quran ditegaskan bahwa Tuhan Maha Mendengar dan Maha Melihat, mereka tetap juga tidak mampu memahaminya.

Mereka merasa jauh dari Tuhan sehingga saat berdoa pun merasa ragu-ragu apakah Tuhan mendengar doanya. Apakah Tuhan mampu mengetahui dan mengabulkan semua doa manusia?

C. Level Manusia yang Merasakan Tuhan Melihat dan Mengawasi Dirinya

Level ketiga adalah manusia yang merasa Tuhan mengetahui semua perbuatannya. Mereka cukup dekat dengan Tuhan karena memahami bahwa Tuhan tidak terikat ruang dan waktu.

Manusia yang berada di level ketiga ini sangat berhati-hati dalam bertindak karena tahu bahwa setiap gerakannya diketahui oleh Tuhan. Mereka bisa memahami bahwa Allah SWT Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Mengetahui.

D. Level Manusia yang Meyakini bahwa Setiap Perbuatan Dirinya atas Ijin dan Pertolongan Tuhan.

Level keempat adalah kelompok manusia yang meyakini bahwa Tuhan mengatur alam semesta sehingga apa yang terjadi di dalam semesta adalah atas ijinNya. Saat mereka beribadah, mereka meyakini bahwa ibadah yang dilakukan bisa terlaksana karena mendapat taufik, hidayah, dan inayah dari Tuhan.

Saat beribadah, mereka meyakini bahwa Tuhan bukan hanya mengawasi, tapi juga membantu mereka beribadah. Mereka memegang konsep “Laa haula quwwata illa billah”. Manusia tidak akan mampu menggerakkan jarinya atau mengucapkan kata-kata kecuali karena diberi kekuatan oleh Tuhan.

Kelompok level ini sangat dekat dengan Tuhan. Setiap detik mereka merasa bersama Tuhan yang terus menerus memberinya kekuatan dan kenikmatan. Mereka merasa sangat tergantung dan membutuhkan Tuhan. Mereka betul-betul menghambakan diri kepada Tuhan.

Itulah sebabnya mereka tidak pernah merasa sombong dengan ibadah yang mereka lakukan. Itulah sebabnya mereka sangat mencintai Tuhan.

Wallahu a'lam bishshowab

1 komentar

Translate