UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Aha! Aku Tahu Jawabannya

 


Hari yang istimewa bagi seseorang adalah hari saat ia mendapatkan pencerahan dalam hidupnya. Pencerahan yang mengakibatkan perubahan cara berpikir, cara bersikap dan berprilaku, atau cara memandang kehidupan dengan makna yang baru.

Salah satu pencerahan yang dialami oleh Archimedes adalah saat ia memperoleh tugas dari raja untuk menguji apakah mahkota yang dibuat untuknya benar-benar terbuat dari emas murni atau telah dicampur dengan bahan logam lain. Raja curiga, pembuat mahkota telah berbuat curang . Tugas yang cukup sulit bagi Archimedes.

Seandainya benda yang diuji berbentuk kotak yang mudah diukur volumenya, tentu lebih mudah bagi Archimedes menghitungnya. Bentuk mahkota yang tidak beraturan memaksa Archimedes berpikir keras. Ia terus berpikir menemukan cara untuk membuktikan kemurnian emas mahkota.

Archimedes mendapatkan pencerahan saat ia mandi berendam. Ia melihat sebagian air tertumpah saat ia masuk ke dalam bak mandi. Saat itulah ia menyadari bahwa mahkota tersebut dapat diketahui volumenya dengan menaruhnya di tempat yang penuh dengan air. Volume air yang tertumpah setelah mahkota dimasukkan sama dengan volume dari mahkota. Mahkota akan mengambil alih posisi air dan menumpahkan air sejumlah volume mahkota.

Ketika volume mahkota telah diketahui, cukup membandingkannya dengan emas murni dengan volume yang sama, dapat diketahui apakah mahkota tersebut terbuat dari emas murni atau tidak. Jika berat mahkota dibandingkan dengan berat emas murni yang memiliki volume yang sama dengan mahkota berbeda, maka itu merupakan bukti bahwa mahkota tersebut bukan terbuat dari emas murni. Bisa jadi ia dicampur perak atau tembaga yang berbeda berat jenisnya dengan emas.

Pencerahan yang didapatkan Archimedes membuatnya gembira. Konon saking gembiranya ia keluar dari kamar mandi dalam keadaan masih telanjang dan berseru, "Eureka (Saya telah menemukan)."

Penecerahan Adalah Anugerah

Pencerahan adalah hal yang layak untuk dirayakan. Apalagi jika pencerahan tersebut bukan hanya dalam bentuk pengetahuan tapi benar-benar merubah jalan hidup. Fudhail bin Iyadh menceritakan peristiwa pencerahan yang membuatnya bertobat.

Saat itu Fudhail bin Iyadh sedang mengamati rumah yang akan ia rampok barangnya. Saat mengendap-endap di samping rumah target, ia mendengar penghuni rumah membaca ayat Al-Quran:
Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al-kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hadid ayat 16)
Fudhail bin Iyadh menangis tersedu-sedu setelah mendengar ayat tersebut. Ia mengatakan kepada Allah SWT bahwa “sudah tiba saatnya” ia untuk bertobat.

Setelah bertobat, Fudhail bin Iyadh mengejar ketertinggalannya dalam mempelajari ayat-ayat Allah SWT. Pencerahan yang tidak sengaja dilakukan oleh pemilik rumah merubahnya dari seorang penjahat besar menjadi ulama besar.

Pencerahan juga dialami oleh Imam Ghozali. Meskipun Imam Ghozali adalah seorang ulama besar dan sangat menguasai ilmu syariat, ia mendapatkan pencerahan setelah ditegur oleh saudaranya. Saudaranya menegur Imam Ghozali yang mengerjakan sholat dengan tidak khusyuk. Ia berkata, “Aku melihat pakaianmu berlumuran darah.”

Imam Ghozali terkejut. Bagaimana cara saudaranya mengetahui apa yang ada di dalam pikirannya saat sholat? Memang saat itu Imam Ghozali mengerjakan sholat sambil memikirkan hukum darah haidh yang terjadi pada wanita. Pikirannya yang melayang karena memikirkan aturan-aturan terkait darah haidh membuatnya tidak khusyuk.

Imam Ghozali yang sangat memahami ilmu gerakan dan bacaan sholat, ternyata belum menguasai ilmu khusyuk dalam sholat. Ada ibadah hati yang seharusnya mendampingi ibadah jasmani yang perlu dipelajari.

Imam Ghozali sadar ternyata ada ilmu yang belum ia pelajari. Ia yang dikenal sebagai guru besar yang menguasai ilmu fiqih ternyata belum mempelajari ilmu yang sangat penting dalam kehidupan. Di balik gunung yang sudah ia daki, ternyata ada gunung lain yang belum ia jelajahi.

Ia yang diakui sebagai ulama besar (Imam Ghozali memiliki gelar Hujatul Islam) karena mengetahui aturan-aturan yang diperintahkan oleh Allah SWT ternyata belum begitu dalam pengetahuannya tentang Allah SWT. Justru saudaranyalah yang sangat mengenal Allah SWT dan khusyuk dalam ibadahnya. Saudaranya, Ahmad Ghozali sangat mencintai Allah SWT serta memiliki hati yang bersih sehingga memiliki ketajaman mata hati.

Imam Ghozali mendapat pencerahan sehingga ia memutuskan untuk mempelajari ilmu yang berkaitan dengan hati dan ma’rifat untuk mengenal Allah SWT. Bukankah ibadah terasa hampa jika menyembah kepada Tuhan yang tidak ia kenal. Menyembah kepada Dzat yang tidak ia rasakan keagungan dan kebesaranNya.

Imam Ghozali kemudian menemui guru dari saudaranya dan belajar tasawuf untuk membersihkan hatinya. Betapa banyak orang yang akalnya cerdas, tetapi memiliki hati yang kotor. Betapa banyak orang yang mendirikan sholat, membaca Al-Quran tetapi tidak merasakan kenikmatan ibadah tersebut.

Seperti robot yang kelihatannya hidup dan bergerak tetapi tidak bernyawa. Buku Ihya ulumuddin (menghidupkan Agama) yang ditulis oleh Imam Ghozali bisa menjadi rujukan agar bisa lebih khusyuk dalam beribadah. Namun, jalan yang lebih cepat tentu bertemu dengan Mursyid (guru tasawuf) yang hatinya bersih sebagaimana guru dari saudara Imam Ghozali.

Pencerahan akan Membuat Semua Menjadi Jelas

Biasanya proses terjadinya pencerahan diistilahkan dengan kata “Aha!”. Simbol yang sering dipakai adalah lampu yang tiba-tiba menyala. Menunjukkan bahwa pencerahan adalah cahaya yang membuat segalanya terang dan menjadi jelas.

Pencerahan yang didapatkan bisa terjadi karena ketidaksengajaan (by accident) sebagaimana yang dialami oleh Fudhail bin Iyadh. Seandainya pemilik rumah tidak membaca Al-Quran, mungkin Fudhail bin Iyadh tidak akan bertobat.

Pencerahan juga bisa didapatkan oleh usaha yang disengaja (by design) seperti yang dilakukan oleh Archimedes. Ia berpikir keras sampai akhirnya menemukan cara menguji mahkota.

Meskipun pencerahan bisa didapatkan melalui ketidaksengajaan, tentu probabilitas terjadinya pencerahan akan lebih tinggi jika dilakukan dengan sengaja. Seperti Imam Ghozali yang memutuskan mendatangi Syeikh Al-Utaqi, guru tasawuf dari saudaranya. Dalam waktu singkat Imam Ghozali menjadi tokoh penting dalam ilmu tasawuf di dunia Islam.

Belajar adalah proses pencarian pencerahan dengan sengaja. Belajar adalah proses pencerahan yang berjalan dengan cepat. Setiap hari para pembelajar akan menemukan “Aha!”. Sudahkah Anda menemukan “Aha!” hari ini?

Wallahu a'lam bishshowab

1 komentar

Translate