KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al-Banjari atau biasa disebut dengan Abah Guru Sekumpul di dalam salah satu ceramahnya memberikan cara agar akal dan hati tidak dikuasai oleh dunia. Arti dikuasai dunia adalah orientasi kehidupannya hanyalah dunia. Tidak memperdulikan kehidupan akhirat yang merupakan kehidupan sebenarnya dan bersifat abadi.
Mengejar dunia tentu bukan hal yang salah karena Allah SWT di dalam Al-Quran surah Al-Qashshash ayat 77 menyuruh manusia tidak melupakan kebutuhan dunia. Yang menjadi masalah adalah dunia kadang begitu mempesona sehingga banyak manusia yang rela menghancurkan akhiratnya demi kenikmatan dunia.
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.(QS. Al-Qashash ayat 77)
Mereka yang melupakan akhirat, saat telah tua biasanya mulai menyadari hakikat dunia. Saat berusia lanjut dan tidak bisa lagi menikmati dunia, mereka mulai menyadari bahwa mereka sebenarnya adalah penduduk akhirat.
Saat mata telah rabun, pendengaran berkurang, syaraf lidah yang lemah membuat makanan terasa hambar, dan tubuh yang sakit-sakitan membuat mereka tidak ingin lagi beraktivitas. Mereka mulai bosan hidup di dunia dan menyadari bahwa dunia adalah perhiasaan yang menipu.
Kesadaran yang Terlambat akan Pentingnya Akhirat
Mereka mulai mengejar karier akhiratnya. Namun, semua kemampuan mereka sudah dihabiskan untuk mengejar dunia. Masa muda, kesehatan, waktu, tenaga, pikiran, dan uang sudah habis untuk mengejar karier dunia. Mereka bahkan lupa menyiapkan anak-anak yang mau mendoakan orang tuanya. Mereka telah menanamkan kepada anak-anaknya untuk fokus mengejar karier dunia.
Apa pesan Abah Guru Sekumpul agar dunia tidak memonopoli akal dan hati manusia? Beliau mengatakan bahwa agar akal tidak dikuasai dunia, hendaknya bertafakur terhadap nikmat yang sudah didapat. Merenungkan dan mengingat-ingat nikmat yang sudah didapat akan memberikan kebahagian dan menimbulkan rasa syukur. Haus terhadap dunia harus dilawan dengan menggiring akal untuk bersyukur.
Akal seperti sebuah tempat yang bisa diisi dengan berbagai macam pikiran. Ibarat sebuah kotak, maka ia bisa diisi dengan buku, mainan, atau benda lainnya. Jika kotak tersebut penuh dengan suatu benda, maka ia tidak bisa diisi dengan benda yang lain.
Sang pemilik kotak memiliki wewenang penuh menentukan apa yang akan dimasukkan ke dalam kotak. Jika pemilik kotak telah memenuhi kotaknya dengan benda miliknya, maka orang lain tidak akan bisa memasukkan benda lainnya.
Manusia Bebas untuk Berpikir Apapun
Begitu juga dengan akal pikiran. Manusia memegang penuh otoritas untuk memilih apa yang dipikirkan. Saat ia sedang fokus memikirkan sesuatu, maka pikiran lainnya akan terpinggirkan. Ketika setan berusaha memasukkan pikiran-pikiran yang buruk, seharusnya manusia segera membuangnya dan menggantikan dengan pikiran yang baik.
Bukankah ia adalah pemilik tempat berpikir tersebut? Mengapa justru setan yang menggunakan tempat berpikir tersebut dengan memasukkan ide-ide buruknya? Ironis jika pemilik kotak tidak memiliki wewenang untuk mengisi kotaknya.
Setan memang selalu membisikkan hal-hal yang jahat ke dalam akal pikiran manusia. Allah SWT berfirman:
Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.(QS. Al-Baqarah ayat 268)
Sungguh aneh jika manusia mengijinkan setan memasukkan ide-ide jahat ke dalam pikirannya. Ibarat petani yang menanam sayur di ladangnya. Jika ada tumbuhan liar berupa rumput dan semak yang tumbuh tanpa ijinnya, petani segera mencabut dan membuangnya. Petani tidak ingin tumbuhan liar tersebut menyerap dzat-dzat hara yang dibutuhkan sayurannya. Ia tidak ingin sayurannya kurus karena kalah bersaing dengan rumput.
Betapa naifnya jika ada petani yang membiarkan tumbuhan liar tumbuh bebas di ladangnya. Ia pemilik ladang, ialah yang berhak menentukan tumbuhan apa yang berhak tumbuh di ladangnya. Demikian juga dengan manusia. Betapa naifnya jika membiarkan setan dengan bebas menanamkan ide dan rayuannya miliknya. Bukankah setan adalah musuh yang nyata?
Misalnya ada seseorang ASN yang menduduki jabatan yang basah. Ketika kesempatan berbuat curang datang, setan layaknya motivator ulung, memberikan semangat untuk melakukan korupsi. “Kapan lagi ada kesempatan seperti ini? Toh tidak ada yang tahu. Saatnya kamu ganti kendaraan. Saatnya mempersiapkan hari tua”
ASN tersebut memiliki dua opsi atas bujukan setan. Ia bisa mengikuti rayuan setan atau membuang jauh-jauh ide untuk korupsi tersebut. Cara yang mudah untuk menyingkirkan godaan setan adalah dengan mengingat-ingat nikmat yang sudah ia dapat. Ia sudah memiliki pekerjaan di saat orang lain ada yang menganggur. Ia sudah memiliki kendaraan di saat yang lain belum memiliki.Ia juga memiliki pensiun untuk kehidupan di hari tuanya.
Setan akan terus berusaha membujuknya untuk menggapai kenikmatan yang lebih tinggi. Namun, dengan terus menyibukkan akal dengan nikmat-nikmat yang begitu banyak, bujukan setan akan tersingkirkan. Perintah setan untuk melihat ke atas harus dilawan dengan melihat ke bawah.
Bisikan Setan Harus Diusir Sejauh-jauhnya.
Jika akal diumpamakan adalah halaman dari sebuah rumah, maka hati adalah kamar pribadi dari pemilik rumah. Jika di halaman saja setan harus diusir, apalagi jika ia berusaha masuk ke dalam kamar pribadi.
Jika godaan dunia berada di dalam akal saja sudah berbahaya, apalagi jika pesona dunia sudah masuk ke dalam hati. Hati adalah raja yang menguasai prilaku manusia.
Abah Guru Sekumpul berpesan agar dunia tidak masuk ke dalam hati adalah dengan mengisi hati dengan ma’rifat. Hati harus terus diisi dengan nama-nama Allah SWT sehingga yang ada di dalamnya adalah ketakwaan dan rasa cinta kepada Allah SWT.
Setan tidak boleh masuk ke dalam akal dan hati manusia. Jangankan masuk ke dalam akal, berada di dalam rumah saja pun tidak boleh. Nabi Muhammad SAW bersabda:
Jika seseorang memasuki rumahnya lantas ia menyebut nama Allah saat memasukinya, begitu pula saat ia makan, maka setan pun berkata (pada teman-temannya), “Kalian tidak ada tempat untuk bermalam dan tidak ada jatah makan.” Ketika ia memasuki rumahnya tanpa menyebut nama Allah ketika memasukinya, setan pun mengatakan (pada teman-temannya), “Saat ini kalian mendapatkan tempat untuk bermalam.” Ketika ia lupa menyebut nama Allah saat makan, maka setan pun berkata, “Kalian mendapat tempat bermalam dan jatah makan malam.” (HR. Muslim)
Seseorang yang sedang kosong pikirannya merupakan sasaran empuk bagi setan. Otak yang sedang berpikir saja masih bisa dimasuki bisikan setan, apalagi otak yang sedang menganggur. Lahan yang dijaga petani saja masih bisa ditumbuhi rumput liar, apalagi lahan yang tidak dijaga petani.
Itu sebabnya perlu mengaktifkan pikiran dengan mengisinya dengan hal-hal yang positif. Manusia yang akalnya penuh dengan rencana-rencana positif memperkecil peluang setan untuk membisikkan rencana-rencana negatif.
Wallahu a'lam bishshowab
Barakallahu fikkum Ustadz
BalasHapus