Suatu hari penulis mendengar teman menyampaikan pendapatnya tentang ilmu filsafat. Ä°a mengutip pendapat seorang filsuf yang mengatakan bahwa ia tidak memilih untuk diciptakan, lalu kenapa ketika dia bersalah, dia dimasukkan ke dalam neraka?
Filsuf tersebut secara tersirat memprotes Tuhan karena menciptakan dirinya sehingga ia memiliki peluang untuk dimasukkan ke dalam neraka. Jika Tuhan tidak menciptakan dirinya, maka ia sudah pasti tidak akan masuk ke dalam neraka.
Akhir dari perbincangan, teman penulis mengatakan untuk tidak belajar filsafat. Ajaran filsafat yang menggunakan akal dalam mencari hakikat kebenaran akan membawa kepada kesesatan.
Berdasarkan ringkasan dari artificial intelligence (AÄ°) arti dari filsafat adalah ilmu yang mempelajari hakikat kehidupan, realitas, dan keberadaan, serta perilaku yang benar atau salah. Atau dalam bahasa lain adalah mencari hakikat kebenaran dengan menggunakan akal.
Di mana sebenarnya posisi akal dalam mencari kebenaran? Bagaimana jika akal berbenturan dengan wahyu? Bagaimana menyikapi perbedaan penafsiran terhadap wahyu?
Berbagai cara mencari kebenaran
Ada orang-orang yang ekstrim kiri dan mengutamakan menggunakan akal untuk mencari kebenaran. Ketika akal logika berbenturan dengan wahyu Tuhan, maka mereka lebih memilih mempercayai logika akal.
Ada wawancara seseorang wanita yang dulu memakai jilbab kemudian melepas jilbabnya. Karena latar belakangnya pernah belajar di pesantren dan dianggap memiliki pengetahuan agama yang cukup maka keputusannya melepas jilbab menarik perhatian banyak orang.
Di dalam wawancara ia menceritakan alasannya melepas jilbab. Ä°a menguraikan alasan-alasan Tuhan menyuruh wanita berjilbab. Menurutnya tujuan dari aturan jilbab tersebut saat ini sudah tidak diperlukan lagi sehingga ia boleh melepas jilbabnya.
Perintah berjilbab bagi muslimah ada di beberapa ayat. Salah satunya adalah ayat berikut:
Wahai Nabi. Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”. (QS. Al-Ahzab ayat 59)
Perintah berjilbab disepakati oleh ulama sebagai ayat muhkamat. Ayat muhkamat adalah ayat yang maknanya jelas dan dapat diketahui secara langsung, tanpa memerlukan keterangan lain. Ayat yang membutuhkan penafsiran
Ayat tentang jilbab bukan ayat mutasyabihat yang artinya samar dan memerlukan penafsiran dengan memperhatikan ayat-ayat lain. Contoh ayat mutasyabihat adalah ayat yang membahas "tangan Tuhan" dan lain-lain.
Meskipun ayat tentang jilbab bukanlah ayat mutasyabihat, wanita tersebut mencari-cari alasan untuk menafsirkannya. Karakter mencari-cari penakwilan dengan mengutamakan logika ini bisa disebabkan karena kecondongannya terhadap kesesatan. Allah SWT berfirman:
Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (Al-Qur'an) dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (Al-Qur'an), semuanya dari sisi Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal. (QS. Ali Ä°mran ayat 7)
Alasan-alasan perintah berjilbab yang disampaikan oleh wanita di atas hanya berdasarkan logika dirinya. Padahal alasan yang dia sampaikan bisa jadi hanyalah sebagian kecil dari hikmah berjilbab. Ada alasan-alasan lain yang membuat Allah SWT menyuruh untuk berjilbab.
Manusia hanya bisa menebak hikmah dari perintah Allah
Di dalam salah satu ceramahnya, Gus Baha membahas tentang haramnya babi. Beliau mengatakan bahwa sebagian orang mengira bahwa babi diharamkan disebabkan karena mengandung cacing pita.
Beliau menanyakan jika ditemukan teknologi yang bisa memasak babi dengan matang dan membunuh cacing pitanya, apakah babi menjadi halal. Menurut beliau babi tetap haram karena bisa jadi alasan diharamkannya babi bukan hanya karena bahaya cacing pita. Bisa jadi ada alasan lain yang hanya diketahui oleh Allah SWT.
Kelompok ekstrim kiri yang sangat percaya dengan logikanya dan menganggap lebih pintar dari Tuhan ini ibarat anak kecil yang merasa lebih pintar dari orang tuanya.
Terkadang anak kecil tidak mau mengikuti aturan orang tuanya karena tidak memahami lebih detil maksud bahaya yang disampaikan oleh orang tuanya. Ä°a lebih percaya dengan logikanya daripada logika orang tuanya.
Di sisi lain ada yang ekstrim kanan dan menghindari penggunaan akal untuk mencari makna hakikat dari wahyu Tuhan sehingga menjadi jumud sulit mengikuti perkembangan zaman. Mereka ingin segala sesuatu berjalan sesuai di masa Nabi meskipun situasi dan kondisi kehidupan telah berubah.
Penggunaan akal untuk mencari kebenaran adalah hal yang tidak bisa dihindari. Akal yang juga berasal dari Tuhan justru diperlukan untuk memahami wahyu Tuhan.
Kebenaran bisa dianggap benar jika ada dalil atau bukti yang menguatkannya. Dalil dapat berupa dalil naqli dan dalil aqli. Dalil naqli adalah ayat Al-Quran atau hadits Nabi. Dalil aqli adalah bukti-bukti yang berdasarkan logika manusia.
Mencari kebenaran juga harus mempergunakan akal banyak tercantum di dalam Al-Quran. Al-Quran menyuruh manusia untuk berfikir, mengambil hikmah, dan memperhatikan alam semesta.
Mereka yang tidak menggunakan akalnya akan menyesal karena tidak berhasil menemukan hakikat kebenaran. Allah SWT berfirman:
Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala" (QS. Al-Mulk ayat 10)
Mencari kebenaran dengan menggunakan akal haruslah dengan bimbingan wahyu. Kebersihan hati dan dasar keimanan yang tidak buruk sangka kepada Tuhan akan membuat akal lebih jernih dalam mencari kebenaran.
Contohnya kasus filsuf di awal tulisan yang menyalahkan Tuhan karena telah menciptakan dirinya sehingga bisa masuk neraka. Pernahkah ia berpikir bahwa perbuatan dosa yang ia lakukan adalah pilihannya meskipun ia tahu bahwa itu diancam neraka.
Tuhan tidak pernah memaksa manusia untuk berbuat dosa sehingga manusia masuk ke dalam neraka. Manusia tidak pernah dipaksa korupsi, berzina, berjudi, dan meminum minuman keras. Manusialah yang memilih untuk melakukannya meskipun tahu risiko ancaman neraka.
Tuhan telah memerintahkan hal-hal yang baik dan akan memberikan kebahagiaan kepada manusia. Namun manusia memilih melakukan perbuatan jahat yang merugikan dirinya atau orang lain. Padahal Tuhan sudah menjanjikan iming-iming surga jika manusia memilih apa yang diperintahkan oleh Tuhan.
Banyak alasan-alasan lain di balik penciptaan manusia yang tidak difahami filsuf tersebut. Ä°a tidak dapat mengambil hikmah dengan baik karena akalnya sudah diselubungi nafsu yang berburuk sangka kepada Tuhan.
Seseorang yang menyelubungi akalnya dengan berbaik sangka kepada Tuhan, akan menemukan hal-hal yang indah terhadap Tuhan. Sudah siap menjadi filsuf sejati?
Wallahu a'lam bishshowab.
Barakallahu fikkum Ustadz
BalasHapus