UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Menutup Episode Terakhir dengan Kebaikan



Salah satu penyebab para pendosa sulit untuk kembali adalah perasaan pesimis yang ditiupkan oleh setan. Nabi Muhammad SAW menceritakan kisah seseorang yang menjadi kabar gembira bagi orang-orang yang selama ini telah berkubang di dalam dosa. Para pemfitnah, pezina, penjudi, pemabuk, penipu, pencuri, pendusta, koruptor, bahkan pembunuh yang selama ini gelisah, bisa bangkit dan kembali melangkah menuju Tuhan.

Orang yang diceritakan tersebut hidup di zaman Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW diutus. Cerita kehidupan yang begitu kelam. Membayangkannya mengusap darah yang berkali-kali melumuri tangannya bisa membuat bulu berdiri. Namun, kehidupannya berakhir dengan husnul khotimah. Nabi Muhammad SAW bersabda:
Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu ia bertanya tentang keberadaan orang-orang yang paling alim di muka bumi. Namun ia ditunjuki pada seorang rahib.

Lantas ia pun mendatanginya dan berkata, ”Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa, apakah taubatnya diterima?” Rahib pun menjawabnya, ”Orang seperti itu tidak diterima taubatnya.” Lalu orang tersebut membunuh rahib itu dan genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya.

Kemudian ia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling alim di muka bumi. Ia pun ditunjuki kepada seorang ‘alim. Lantas ia bertanya pada ‘alim tersebut, ”Jika seseorang telah membunuh 100 jiwa, apakah taubatnya masih diterima?”

Orang alim itu pun menjawab, ”Ya masih diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan taubat? Beranjaklah dari tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana karena di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah Allah Ta’ala, maka sembahlah Allah bersama mereka. Dan janganlah kamu kembali ke tempatmu (yang dulu) karena tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.”

Laki-laki ini pun pergi (menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut). Ketika sampai di tengah perjalanan, maut pun menjemputnya. Akhirnya, terjadilah perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat adzab.

Malaikat rahmat berkata, ”Orang ini datang dalam keadaan bertaubat dengan menghadapkan hatinya kepada Allah”. Namun malaikat adzab berkata, ”Orang ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun”. Lalu datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia, mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan mereka.

Malaikat ini berkata, ”Ukurlah jarak kedua tempat tersebut (jarak antara tempat jelek yang dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang ia tuju -pen). Jika jaraknya dekat, maka ia yang berhak atas orang ini.” Lalu mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut dan mereka dapatkan bahwa orang ini lebih dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya, ruhnya pun dibawa oleh malaikat rahmat.” (HR. Mutafaq alaih)

Niat Baik pada Akhir Kehidupan

Secara hitungan matematis, dosa yang telah dilakukan pembunuh di atas sudah sangat banyak. Amal yang dilakukan untuk menebus dosanya bisa dibilang belum dilakukan sama sekali. Ia masih dalam perjalanan menuju kota tempat ia akan menebus dosanya. Namun, akhir kehidupannya ditutup dengan taubat. Ia berniat melakukan amal baik untuk menebus dosa-dosanya.

Ia telah menutup kehidupannya dengan niat yang telah dihitung oleh Allah SWT meskipun belum terlaksana. Nabi bersabda:
Sesungguhnya Allah menulis kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan kemudian menjelaskannya. Barangsiapa yang berniat melakukan kebaikan lalu tidak mengerjakannya, maka Allah menulis itu di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna, dan jika dia berniat mengerjakan kebaikan lalu mengerjakannya, maka Allah menulis itu di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus lipat hingga perlipatan yang banyak.
Jika dia berniat melakukan keburukan lalu tidak jadi mengerjakannya (membatalkan niatnya), maka Allah menulis itu di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna, dan jika dia berniat melakukan keburukan lalu mengerjakannya, maka Allah menulis itu sebagai satu keburukan. (HR. Bukhari)

Tekad yang Kuat untuk Melaksanakan Niat

Niat yang dihitung sebagai pahala ini menurut ulama adalah niat yang sudah mencapai tekad (azzam). Niat yang sudah betul-betul ingin dilakukan. Bukan sekedar lintasan keinginan (khotiroh) atau kemauan biasa (irodah).

Ada pepatah, "Hujan sehari menghapus kemarau setahun". Lapisan debu yang tebal menutupi rumah-rumah dan pepohonan karena kemarau setahun bisa hilang tak berbekas dengan hujan yang turun dalam satu hari.

Begitu juga dengan seorang anak yang melukai hati ibunya. Ketika akhir kehidupannya berhasil mendapatkan maaf dan cinta ibunya, semua kesalahannya akan hilang. Kondisi terakhir kehidupan adalah hal yang sangat penting. Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Apabila Allah menghendaki kebaikan pada hambanya, maka Allah memanfaatkannya”. Para sahabat bertanya, ”Bagaimana Allah akan memanfaatkannya?” Rasulullah menjawab, ”Allah akan memberinya taufik untuk beramal shalih sebelum dia meninggal. Sesungguhnya amalan itu (tergantung) dengan penutupnya”. (HR Bukhari )
Kalau begitu boleh dong mencoba-coba maksiat, khan yang penting sebelum mati bertaubat? Bagaimana jika ajal tersebut datang di saat sedang berniat maksiat? Penulis pernah mendengar ceramah tentang seorang ahli ibadah yang ingin merasakan minuman keras. Ia mati dalam perjalanan ke tempat yang menjual minuman keras. Mati dalam keadaan su’ul khotimah.

Mampu istiqomah (tetap konsisten) di jalan Allah adalah suatu kenikmatan yang luar biasa. Para ulama berkata, "Istiqomah lebih baik daripada seribu karomah.” Seseorang yang bisa terbang di udara atau berjalan di atas air karena bersih dari dosa, tidak ada artinya jika akhir kehidupannya su’ul khotimah.

Istiqomah bukan Berarti tidak Pernah Terjatuh

Mereka yang berusaha istiqomah bukan berarti tidak pernah terjatuh ke dalam dosa. Mereka bisa terpeleset berbuat dosa tetapi mereka segera teringat Allah SWT, meminta ampun, dan berhenti melakukannya. Allah SWT berfirman:
Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (QS. Ali Imran ayat 135)
Gus Baha pernah bercerita tentang seorang ulama yang didatangi beberapa orang yang sudah tua. Ia menasehati mereka untuk menghafal Al-Quran. Seseorang bertanya kepadanya alasan menyuruh orang-orang tua tersebut untuk menghafal Al-Quran. Bukankah mereka sudah tua dan secara teori tidak akan mampu menyelesaikannya? Bisa jadi baru dua juz sudah wafat.

Sang ulama mengatakan bahwa ia berharap meskipun mereka tidak selesai menghafal Al-Quran, semoga Allah mencatat mereka sebagai orang-orang yang ingin menghafal Al-Quran. Mereka menutup kehidupannya dengan impian menjadi penjaga al-Quran. Mati dalam keadaan husnul khotimah.

Hari kematian adalah episode yang paling penting dalam kehidupan seseorang. Setan berkumpul di sekeliling orang yang menghadapi sakaratul maut. Mereka menawarkan air kepada yang kehausan atau menawarkan pertolongan lain dengan syarat mau menyembah setan. Itulah sebabnya mendampingi dan berdzikir di samping seseorang yang menghadapi ajalnya adalah hal yang penting. Nabi Muhammad SAW bersabda:
Ajarilah orang-orang yang hendak meninggal dunia di antara kalian ucapan laa ilaha illallah (HR. Muslim)
Mungkin ada yang bertanya, ”Buat apa mentalqin atau membimbing seseorang yang sudah sejak kecil mengucapkan laa ilaha illallah? Bukan ia sudah sangat fasih mengucapkannya?” Dalam kondisi sakarat (mabuk), hal yang mudah menjadi sulit. Ia perlu bantuan untuk menutup kehidupannya dengan husnul khotimah

Wallahu a'lam bishshowab

1 komentar

Translate