Dalam ilmu manajemen, angka likuiditas keuangan menjadi indikator yang penting dalam membaca kesehatan perusahaan. Contohnya perusahaan yang dalam satu bulan biaya bahan baku, biaya gaji, dan biaya lainnya rata-rata sebesar seratus juta, maka perusahaan perlu menyediakan uang kas sekitar seratus juta untuk memastikan pabrik terus berjalan.
Jika uang yang tersedia hanya 80 juta, maka perusahaan dianggap tidak likuid dan terancam berhenti. Bagaimana membiayai proses proses produksi? Belum lagi membayar utang jangka pendek.
Saat hasil penjualan dalam suatu bulan mendapatkan uang seratus lima juta, kondisi perusahaan akan aman karena dana yang terkumpul bisa digunakan untuk membiayai operasional perusahaan bulan berikutnya.
Angka likuiditas juga menjadi indikator untuk menghindari adanya dana yang menganggur. Ketika perusahaan sangat likuid, maka perusahaan perlu mempertimbangkan untuk memperbesar kapasitas pabrik atau melakukan investasi lainnya.
Jika hasil penjualan rata-rata setiap bulan menghasilkan seratus lima puluh juta, maka likuiditas keuangan perusahaan jadi sangat likuid. Ada dana lima puluh juta yang “menganggur” karena biaya operasional yang dibutuhkan hanya seratus juta. Lima puluh juta dalam bentuk uang tersebut dianggap tidak terpakai atau “menganggur” jika bersifat sebagai cadangan saja.
Perusahaan perlu menginvestasikan uang lima puluh juta tersebut agar berkembang menjadi lebih banyak. Perusahaan bisa meminjamkannya ke perusahaan lain yang sedang kekurangan uang untuk mendapat keuntungan berupa bagi hasil. Perusahaan juga bisa menggunakannya untuk membeli saham untuk mendapat laba dividen atau kapital gain.
Seandainya oleh perusahaan uang tersebut hanya disimpan di dalam kas, maka uang tersebut tidak akan berkembang dan bertambah. Uangnya tidur dan tidak menghasilkan harta.
Harta Bekerja untuk Pemiliknya
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam ceramahnya mengatakan bahwa selama ia mengunjungi negara-negara yang rakyatnya memiliki pendapatan yang besar, ia melihat sebenarnya bangsa Indonesia tidak kalah rajin daripada mereka. Bahkan bisa dikatakan bangsa Indonesia adalah pekerja keras karena bekerja lebih rajin daripada mereka.
Menurut Sri Mulyani, mereka bisa kaya meskipun tidak bekerja keras karena aset atau harta mereka ikut bekerja. Uang diinvestasikan, rumah disewakan, kendaraan pun disuruh bekerja untuk mencari harta. Manusianya bersantai-santai tetapi hartanya bekerja keras. Penghasilan dari harta tanpa harus bekerja ini disebut dengan passive income. Uang datang meskipun orangnya tidur.
Sebaliknya, di Indonesia banyak manusia yang bekerja keras tetapi hartanya tidur. Asetnya menganggur, didiamkan saja sehingga tidak menghasilkan uang. Seandainya manusia dan dan asetnya sama-sama bekerja, tentu uang yang dihasilkan bisa lebih optimal. Diperlukan literasi keuangan yang baik agar bisa memaksimalkan aset.
Manusia terkadang lupa bahwa ia memiliki aset yang sebenarnya menganggur. Menganggur artinya aset tersebut dalam bentuk aset yang tidak menambah kekayaan pemiliknya. Contohnya adalah uang, kendaraan, HP, dan lain-lain. Semakin lama tidak dipakai, maka semakin rendah nilainya karena inflasi atau tertinggal kemajuan zaman.
Berbeda dengan aset yang bekerja. Contohnya saham, obligasi, rumah kontrakan, tanah yang harganya relatif terus bertambah. Meskipun tidak disewakan, secara hakikat, tanah adalah aset yang bekerja. Dalam beberapa tahun, saat dijual, harga tanahnya bisa menjadi lima kali lipat harga belinya. Apalagi jika tanah tersebut diolah atau disewakan, tentu lebih banyak lagi hasilnya.
Harta Bekerja untuk Dunia dan Akhirat
Ada aset yang menganggur dan tidak material untuk mendapatkan keuntungan dunia. Dikonversikan ke aset yang aktif pun tidak bisa karena secara komersial tidak menguntungkan. Aset seperti ini jika memang tidak bisa bekerja untuk kepentingan dunia, bisa digunakan untuk bekerja mencari keuntungan akhirat. Banyak barang yang sudah tidak terpakai lagi yang sebenarnya bisa digunakan oleh orang lain.
Baju-baju yang sudah kekecilan, bisa bekerja untuk mendapatkan pahala dari Allah SWT jika diberikan kepada orang yang masih muat untuk memakainya. Buku-buku yang sudah dibaca dan difahami juga bisa bekerja untuk pemiliknya dengan dipinjamkan atau ditaruh di perpustakaan umum.
Memang membiarkannya juga tidak mengapa. Namun sayang sekali jika aset tersebut hanya menjadi cadangan padahal berdasarkan perhitungan aset tersebut tidak akan digunakan lagi sampai menjadi usang dan rusak.
Ada aset yang sangat berharga yang merupakan modal dasar manusia untuk mendapatkan aset-aset lainnya. Aset tersebut adalah hati, penglihatan, dan pendengaran. Penggunaanya secara maksimal akan menimbulkan ilmu pengetahuan yang membuatnya bisa meraih banyak hal. Seseorang yang tidak memiliki penglihatan dan pendengaran akan sulit untuk mengumpulkan harta dan ilmu pengetahuan.
Sayangnya banyak yang tidak menggunakan aset utama yang sangat dahsyat ini untuk mendapatkan cinta dan ridho Allah SWT. Al-Quran menyebutkan penghuni neraka jahanam berupa jin dan manusia yang berkaitan dengan mengganggurkan aset utama ini:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat, dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar. Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-Araf ayat 179)
“Dipergunakan” yang dimaksud dalam ayat di atas tentu adalah untuk mengenal dan memahami kebesaran Allah SWT. Mereka memang menggunakan mata, telinga, dan hatinya. Tetapi, mereka tidak menggunakannya untuk berusaha mengenal Allah SWT. Tidak mau membaca ayat-ayatNya atau memikirkan tanda-tandaNya.
Mata, telinga, dan hati adalah modal dasar untuk mengenal Allah SWT. Demikian juga dengan akal. Penghuni neraka di dalam Al-Quran akan menyesal dan berkata:
Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala". (QS. Al-Mulk ayat 10)
Tujuan utama manusia hidup di dunia adalah berusaha untuk mengenal Allah SWT. Oleh karenanya penglihatan, pendengaran, hati, dan akal pemakaian utamanya adalah untuk meraih cinta dan ridho Allah SWT. Tujuan utama pemberian aset utama ini adalah untuk tafakur dan tadabur.
Pengunaan Prioritas Harta
Seperti dana perusahaan, seharusnya tujuan utamanya adalah untuk menjalankan perusahaan. Jika ada sisanya barulah digunakan untuk yang lainnya. Betapa ruginya perusahaan jika perusahaan tidak dapat beroperasi karena dananya justru digunakan untuk hal lain.
Perusahaan harus terus beroperasi karena menjadi misi utama. Semua dana diprioritaskan untuk memastikan perusahaan berproduksi. Selama perusahaan terus berjalan, asetnya akan terus bertambah dan pinjaman akan bisa terlunasi.
Pimpinan perusahaan yang cerdas tahu bahwa seluruh aset harus dikerahkan untuk menjalankan misi utama. Kalau perlu ia akan meminjam aset pihak lain agar misi utama terus berlangsung. Ini seperti seorang ayah yang berkata kepada anaknya, “Teruslah belajar dan teruslah mengenal TuhanMu. Ayah akan carikan biayanya meskipun berhutang.”
Tidak mengunakan penglihatan, pendengaran, hati, dan akal untuk mengenal Sang Maha Pencipta adalah pengelolaan aset yang sangat fatal. Itu adalah kehidupan yang paling merugikan. Lalu bagaimana dengan pengelolaan aset Anda selama ini?
Wallahu a'lam bishshowab
Posting Komentar