Seorang ustadz dalam ceramahnya menceritakan bahwa ia pernah diajak makan di puncak gedung yang sangat tinggi di Jakarta. Makan yang disajikan pun terlihat sangat mewah. Ustadz tersebut penasaran dengan harga makanan yang ia makan. Mengingat tempat dan makanannya istimewa, tentu harganya lumayan mahal.
Ternyata harga makanan yang ia makan seharga biaya kontrakan rumahnya. Kalau tadi dapat mentahnya ia lebih bahagia katanya sambil tertawa. Tentu ia tidak menyampaikan hal tersebut kepada yang mentraktirnya. Yang mentraktir pasti mengira bahwa ia sudah membahagiakan ustadz tersebut dengan mengajaknya memakan makanan “istimewa”.
Ada makanan yang mahal karena cara mendapatkannya cukup sulit. Contohnya adalah Almas Caviar. Telur dari ikan sturgeon beluga albino yang usianya antara enam puluh sampai seratus tahun. Ikan ini cukup langka dan hanya berada di laut kaspia yang bersih. Harga satu kilogramnya ada yang dijual seharga satu milyar tujuh ratus juta rupiah.
Ada makanan yang menjadi mahal karena gengsi yang diberikan. Ada juga makanan yang mahal karena dianggap punya pengaruh yang kuat terhadap jasmani. Dipercaya bisa membuat awet muda, membunuh virus, mengeluarkan racun, memperbaiki sel tubuh, bahkan ada yang dianggap bisa memperpanjang umur.
Banyak yang sangat memperhatikan makanan untuk menyenangkan dan menyehatkan jasmaninya saja. Padahal makanan selain memberi pengaruh terhadap jasmani, ia juga memberikan pengaruh terhadap rohani. Meskipun secara dzat dan pengolahan mengandung gizi yang menyehatkan jasmani, makanan yang diperoleh dengan cara-cara yang tidak halal bisa merusak kesehatan rohani.
Seorang ulama mengatakan bahwa jika ada ular berbisa meludah kepada suatu makanan, maka bisa dipastikan tidak ada yang mau makan makanan yang mengandung racun tersebut. Semua manusia sepakat dan jijik untuk memakannya. Namun jika ada makanan yang secara kandungan menyehatkan tubuh tetapi hasil dari mencuri, akan ada manusia yang berani memakannya. Tidak merasa jijik padahal makanan haram tersebut menjadi racun bagi rohani.
Kebahagiaan manusia selain karena jasmaninya sehat, yang lebih penting adalah rohani yang sehat. Rohani yang sehat adalah kunci menjadi manusia yang sempurna. Banyak yang memiliki tubuh yang sehat tetapi tidak kuat untuk beribadah. Memiliki waktu yang luang tetapi malas untuk membantu orang lain. Memiliki tubuh yang kekar, tetapi terasa lemah untuk bangun malam. Semua disebabkan karena rohani yang lemah meskipun jasmaninya kuat.
Bagi mereka yang sangat perhatian dengan kesehatan rohani, mereka sangat berhati-hati dengan makanan yang bisa merusak rohani. Jika makanan yang secara kandungan halal tetapi secara hukum haram saja harus dihindari, apalagi makanan yang secara kandungan dan hukum haram.
Contohnya minuman keras hasil dari mencuri. Sudah kandungannya haram, memperolehnya pun dari jalan haram. Alkohol yang ada dalam minuman keras akan membunuh sel-sel tubuh terutama sel-sel otak. Hukumnya yang haram karena hasil curian akan membuat hati nuraninya memberontak. Meskipun secara tampilan ia tertawa bahagia, tetapi jasmaninya menjerit kesakitan begitu pula dengan rohaninya.
Makanan yang ideal tentu adalah makanan yang halal secara perolehan dan thoyyiban secara kandungan gizi. Jika ada tawaran makanan yang halal dan thoyyiban, tidak usah pakai lama, gass! Kalau perlu bungkus.
Suatu hari Imam Syafi’i berkunjung ke rumah Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau memakan hidangan yang disediakan dengan lahap. Tentu saja prilaku Imam Syafi’i membuat putri Imam Ahmad merasa heran dan kecewa.
Biasanya semakin tinggi ilmu dan semakin dekat dengan Allah SWT, seseorang akan semakin memiliki sifat seperti malaikat. Malaikat banyak berdzikir, tidak makan, dan tidak tidur. Ciri para kekasih Allah SWT biasanya sedikit makan, sedikit tidur, dan banyak berdzikir. Lalu kenapa Imam Syafi’i begitu “rakus” dalam makan?
Untuk menghilangkan keheranan putrinya, Imam Ahmad bin Hanbal mengajaknya untuk bertanya dan mendengar sendiri jawaban Imam Syafi’i. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa ia yakin harta Imam Ahmad berasal dari harta yang halal. Apalagi dengan sedekah yang sering dilakukan oleh Imam Ahmad, harta yang tersisa tentu penuh dengan keberkahan.
Imam Syafi’i sengaja makan banyak untuk mengambil keberkahan makanan yang disediakan oleh Imam Ahmad. Beliau berkata, ““Aku memang makan begitu banyak, karena makananmu halal dan Engkau adalah orang yang mulia. Makanan orang mulia adalah obat, sementara makanan orang bakhil adalah penyakit. Aku hanya berobat dengan makananmu, bukan untuk kenyang...”
Imam Syafi’i sangat mengenal Imam Ahmad yang merupakan muridnya yang paling menonjol. Itu sebabnya ia sangat yakin dengan kehalalan dan keberkahan harta imam Ahmad. Cerita tentang Imam Syafi’i ini sering jadi modus bagi seseoang yang ingin menambah makanan saat dijamu seseorang. Alasannya “mengambil berkah” padahal lapar.
Mereka yang memahami konsep perjalanan hidup manusia memahami bahwa rohani bersifat baqa (kekal) dan jasmani bersifat fana (hancur). Rohani akan terus ada melanjutkan perjalanan kembali kepadaNya sedangkan jasmani kelak akan menua, hancur, dan ditinggalkan. Tanda-tanda yang bisa dilihat oleh semua orang.
Saat masih muda seseorang akan berusaha mempercantik dan memperindah jasmaninya. Namun, saat mata sudah rabun, lidah sudah tidak terasa, pendengaran mulai tuli, sering lupa dan pikun, barulah ia menyadari bahwa dunia bukanlah tempat tinggal sesungguhnya.
Saat tubuhnya sudah lemah ia mulai merasakan bahwa waktu untuk meninggalkan dunia sudah dekat. Satu demi satu temannya sudah berangkat meninggalkannya.
Kulitnya yang dulu putih mulus dan mempesona sekarang sudah kusut dan keriput. Pembicaraannya yang dulu menarik sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Anak dan cucunya pun sudah tidak nyaman berbincang-bincang dengannya. Mereka telah memiliki kehidupan masing-masing. Orang-orang yang dulu ingin berada didekatnya sudah tidak ada lagi. Ia mulai bosan tinggal di dunia.
Ketika ia sudah menghabiskan begitu banyak harta untuk menyenangkan tubuhnya, barulah ia menyadari bahwa dirinya yang sesungguhnya adalah rohaninya, bukan jasmaninya. Ia sudah menghabiskan puluhan juta rupiah untuk merawat kesehatan jasmaninya tetapi tidak perduli dengan kondisi rohaninya.
Di saat usianya memasuki masa senja, mulailah ia merasa ingin memperkuat rohaninya. Ia mengambil kitab Al-Quran, namun matanya tidak lagi jelas untuk membaca. Ia ingin bersedekah namun hidupnya yang sekarang bergantung dari tabungan tidak lagi cukup. Ia ingin mendatangi majelis ta’lim namun kakinya sudah berat untuk melangkah. Semua sumber daya yang ia miliki sudah ia habiskan di masa muda untuk menyenangkan jasmaninya.
Memilih makanan yang halal adalah perintah Allah SWT:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. Albaqarah ayat 168)
Ada pepatah, “kamu adalah apa yang kamu makan". Jika menjadi orang yang lemah, sakit-sakitan, pelupa, pemarah, tidak mampu menahan hawa nafsu, dan sifat-sifat negatif lainnya maka perlu melihat kembali apa yang dimakan. Bisa jadi ada makanan yang melemahkan jasmani dan rohaninya
Wallahu a'lam bishshowab
Barakallahu fikkum Ustadz
BalasHapus