Tono merasa bahagia karena pamannya yang di Yogya akan datang ke rumahnya. Ia senang karena pamannya lucu dan sering bercerita hal-hal yang menarik. Selain itu, biasanya pamannya membawa kue bakpia khas Yogya. Tono sudah terbayang-bayang enaknya kue bakpia.
Ternyata kali ini pamannya tidak membawa oleh-oleh bakpia. Pamannya membawa kue yangko dan ayam gudeg. Tono kecewa. Meskipun oleh-oleh yang dibawa pamannya sebenarnya tidak kalah enaknya dibandingkan bakpia, itu tidak menghilangkan perasaan kecewa Tono. Ia sudah terlanjur berharap pamannya membawa bakpia.
Ketidakdewasaan berpikir seperti Tono dalam ilustrasi cerita di atas faktanya banyak terjadi. Istilah Gus Baha, “Sulit sekali syarat bahagia kamu.” Unsur kebahagiaan sangat banyak tetapi ada orang yang hanya fokus pada satu unsur kebahagiaan saja. Jika unsur tersebut tidak terpenuhi ia berkata, “Fix sudah, saya tidak bahagia.” Padahal memilih untuk tidak bahagia itu adalah perbuatan yang membahayakan diri.
Hati-hati Jika tidak Berbahagia
Allah SWT mewajibkan hambaNya untuk bersyukur di dalam ayat:
(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras." (QS. Ibrahim ayat 7)
Dari ayat di atas, kata “jika” menyiratkan bahwa bersyukur itu adalah pilihan. Sebagaimana yang dialami Tono dalam kisah di atas, sebenarnya ia bisa berbahagia dengan menikmati ayam gudeg yang dibawa pamannya. Ia juga bisa melepas kangen dengan pamannya yang menyayanginya. Namun, Tono memilih untuk tidak bersyukur karena ada satu unsur keinginannya yang tidak terpenuhi yaitu tidak ada bakpia.
Memilih tidak bersyukur berarti tidak mengakui nikmat dan kebaikan yang Alllah SWT berikan. Allah memberikan banyak kenikmatan dan hanya mengurangi sedikit kenikmatan untuk menguji manusia. Jika ada hartanya yang hilang, itu hanya seperberapa persen dari harta yang ia miliki. Jika ada bagian tubuhnya yang sakit, itu hanya sedikit dibandingkan bagian-bagian tubuh lain yang sehat. Allah SWT berfirman:
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (QS Al-Baqarah ayat 155)
Ayat di atas yang mengingatkan kenikmatan berupa rasa aman, rasa kenyang, harta, kesehatan, dan kesegaran buah-buahan hanyalah contoh saja. Jika mau dihitung unsur-unsur kenikmatan secara lebih detil, manusia tidak akan sanggup menghitungnya. Allah SWT berfirman:
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menghitungnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nahl ayat 18)
Nikmat tidak Dapat Dihitung
Seandainya manusia diwajibkan mengucapkan alhamdulillah atas setiap nikmat cinta yang ia dapatkan tentu tidak akan sanggup. Bukankah para pujangga mengatakan bahwa cinta tidak bisa dibeli dengan uang? Ada kasih sayang anak dan pasangannya, ada cinta orang tuanya, ada keakraban tetangganya, ada persaudaraan kerabatnya, ada persahabatan teman-temannya, dan ada kebersamaannya dengan rekan kerjanya.
Dari nikmat berupa hubungan manusia saja sudah sangat banyak, bagaimana bisa bersyukur atas semua nikmat? Allah SWT yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, memaafkan sebagian besar nikmat yang lupa untuk disyukuri. Manusia hanya mampu bersyukur untuk hal-hal yang mampu dijangkau otaknya saja.
Unsur kebahagiaan sangat banyak. Betapa anehnya manusia yang memilih untuk tidak bahagia hanya gara-gara ada satu unsur yang tidak terpenuhi. Mengapa mempersulit diri sendiri dengan membuat persyaratan yang berat untuk bahagia?
Sering para motivator mengingatkan, “Jangan lupa untuk bahagia.” Lupa atas nikmat-nikmat yang dianggap bukan kenikmatan. Lupa atas hal-hal yang justru sangat diidam-idamkan oleh orang lain. NIkmat kebebasan yang diidamkan oleh mereka yang berada di dalam tahanan. Nikmat sehat yang diiidamkan oleh mereka yang terbaring sakit. Nikmat bersama keluarga yang diidam-idamkan oleh mereka yang merantau.
Ada yang merasa bahwa musibah yang ia dapatkan terlalu banyak. Bukan hanya bertubi-tubi, tapi bersamaan dan bertumpuk-tumpuk. Seandainya dibuat peribahasa, “Sudah jatuh, tertimpa tangga, tertusuk paku, dan ditertawakan orang”. Dari sisi mana ia bisa bersyukur?
Musibah Juga Merupakan Nikmat
Jika kenikmatan tidak bisa ditemukan dari sudut pandang dunia, perlu mengalihkan penglihatan ke arah sudut pandang akhirat. Saat menjenguk salah seorang sahabat yang sedang sakit Nabi Muhammad SAW bersabda:
Bergembiralah, wahai Ummu al-Ala'. Sesungguhnya sakit yang diderita oleh seorang Muslim akan menghilangkan dosa-dosanya atas izin Allah, bagaikan api yang menghilangkan kotoran emas dan perak. (HR. Abu Dawud)
Kotoran-kotoran yang ada pada emas akan hilang dan habis terbakar oleh api. Demikian juga dengan rasa sakit yang semakin dahsyat menyala akan membuat semakin habis dosa. Nabi bersabda:
Senantiasa ujian itu menerpa mukmin atau mukminah pada jasadnya, harta dan anaknya sampai ia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai dosa. (HR. Ahmad)
Inilah keunggulan orang beriman yang meyakini adanya kehidupan akhirat. Inilah rahasia sabar mereka atas musibah yang didapat. Inilah kunci dari sebab adanya ulama yang justru mengucapkan alhamdulilah atas musibah yang ia terima.
Rasa tidak enak yang dirasakan di dunia, bisa berubah menjadi kenikmatan jika dipandang dari sisi akhirat. Meskipun rasa tidak enak yang sepele saja. Nabi Muhammad SAW bersabda:
Tidaklah seorang muslim itu ditimpa musibah baik berupa rasa lelah, rasa sakit, rasa khawatir, rasa sedih, gangguan atau rasa gelisah sampaipun duri yang melukainya melainkan dengannya Allah akan mengampuni dosa-dosanya. (HR. Al-Bukhari)
Hukuman di Dunia lebih Baik daripada di Akhirat
Hukuman atas kesalahan yang di bayar secara cash di dunia tentu merupakan kenikmatan dari Allah SWT. Hukuman di akhirat sangat keras dan tidak akan sebanding dengan hukuman dunia. Lebih baik menerima hukuman Allah SWT di dunia dari pada kelak harus menebusnya di akhirat
Sebagai perbandingan, di dalam hadits Nabi disebutkan bahwa api di neraka panasnya tujuh puluh kali lipat panas api dunia. Demikian juga dengan palu, gunting, rantai, bau, teriakan, racun yang ada di neraka tentu berlipat kali dahsyatnya dibandingkan dengan yang ada di dunia. Itu sebabnya Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa hukuman atas kesalahan di dunia merupakan kebaikan untuk hamba Allah SWT. Beliau bersabda:
Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak. (HR. At-Tirmidzi)
Hukuman di dunia juga merupakan kebaikan karena bisa menjadi alarm yang membuatnya tersadar dari kesalahan. Musibah bisa menjadi sebab seseorang kembali kepada Allah SWT.
Jika kenikmatan dunia baik buat kehidupan dunia dan musibah di dunia baik untuk kehidupan akhirat, lalu nikmat Allah SWT mana lagi yang bisa diingkari? Itulah rahasia dari ucapan hamdalah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Nabi Muhammad SAW berkata, “Alhamdulillah ala kulli haal (Segala puji bagi Allah atas setiap keadaan)."
Wallahu a'lam bishshowab
Sakit, luka, difitnah, dihina di dunia adalah kasih sayang Allah untuk memurnikan dosa kita sebelum bertemu dengan sang Khalik.
BalasHapusPerseditkan syarat bahagia
Barakallahu ustadz