UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Bagaimana akan MencintaiNya Jika Hatimu Curiga

  

Salah satu pesan yang sering disampaikan guru penulis kepada penulis adalah pesan untuk selalu berbaik sangka (husnudzhon). Pesan tersebut “ditekankan” karena berbaik sangka akan memudahkan seseorang untuk mencintai dan mengasihi orang lain. Untuk dapat menjadi kekasih Allah SWT, syaratnya adalah memiliki hati yang penuh cinta. Nabi Muhammad SAW bersabda:
Barangsiapa yang tidak menyayangi, niscaya ia tidak akan disayangi. (HR Al-Bukhari)
Baik sangka akan membuat hubungan menjadi mudah. Seseorang akan merasa nyaman dan siap mengasihi orang yang menurutnya adalah orang yang baik. Meskipun orang tersebut terjatuh dalam kesalahan, ia akan mudah memaafkan.

Penulis pernah mendengar kisah tentang pemilik kebun yang memergoki pencuri. Pemilik kebun berbaik sangka dan berpikir bahwa pencuri ini tentu kelaparan dan ia terpaksa mencuri. Bisa jadi ia mencuri karena tidak tega anak dan istrinya menangis kelaparan. Bukannya marah, pemilik kebun justru kasihan kepada pencuri.

Sang pencuri kaget melihat ada orang lain di dalam kebun. Ia sudah berniat melarikan diri dan meninggalkan hasil kebun yang sudah ia kumpulkan. Namun ia tidak jadi pergi setelah melihat orang tersebut seperti kaget dan sepertinya ia juga sedang mencuri.

Pemilik kebun, setelah pencuri melihat dirinya, memang berlagak seakan ia adalah seorang pencuri juga. Ia tidak ingin pencuri tersebut kabur sebelum menyelesaikan tujuannya. Pasti pencuri juga akan malu jika ketahuan mencuri. Dengan berlagak menjadi pencuri, pemilik kebun menghindari pencuri kehilangan harga dirinya.

Pemilik kebun yang berbaik sangka sangat mudah memberikan maaf. Baik sangka membuat pemilik kebun mencarikan alasan pembenaran yang dilakukan pencuri. Seandainya pemilik kebun berburuk sangka dan mengira bahwa pencuri melakukan pencurian demi kesenangan, tentu ia tidak akan memaafkan.

Orang baik sangka, bisa memahami perbuatan salah yang dilakukan. Orang yang buruk sangka, jangankan memahami perbuatan salah, perbuatan baik saja dia anggap salah. Jangankan mencuri, memberi uang ke fakir miskin saja ia anggap salah.

Orang berburuk sangka, ketika melihat orang membantu orang miskin akan berkata, “Itu memberi uang ke fakir miskin pasti karena riya, ingin dipuji. Pasti nggak ikhlas.” Sedekah salah, pergi ke masjid salah, semuanya akan salah bagi orang yang berburuk sangka.

Baik sangka akan membuat seseorang mencari alasan untuk membenarkan orang lain. Sebaliknya, buruk sangka akan membuat seseorang mencari-cari kesalahan orang lain. Ia akan mengintai seseorang untuk menemukan kesalahannya.

Salah seorang sahabat penulis menceritakan bahwa suatu hari ia menyampaikan khotbah jumat di suatu masjid. Selesai khotbah, seseorang mendatanginya dan mengatakan bahwa di dalam khotbahnya ada tujuh kesalahan yang dilakukan. Sebenarnya yang dipermasalahkan itu hanyalah perbedaan atau khilafiyah dalam masalah fikih. Di antaranya adalah masalah penggunaan kata “Sayyidina” sebelum menyebut Nabi Muhammad SAW.

Sahabat penulis mengatakan bahwa orang tersebut sampai bisa menghitung dan mengingat kesalahan tentu sejak awal dia sudah berniat mencari-cari kesalahan. Apalagi jumlah temuannya sampai tujuh. Dengan modal buruk sangka, sejak awal khotbah, ia sudah mengintai dan berusaha mencari-cari kesalahan.

Allah SWT melarang untuk mencari-cari kesalahan dan berprasangka buruk. Di dalam Al-Quran Allah SWT berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat ayat 12)
Lalu bagaimana dengan polisi, jaksa penuntut umum, dan intelejen? Bukankah mereka harus menangkap para penjahat? Jika mereka memberlakukan prasangka baik kepada semua orang, kapan penjahatnya ketangkap?

Surah Al-Hujurat ayat 12 tidak menyebut semua prasangka. Kalimat “Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa” mengisyaratkan ada persangkaan yang diperbolehkan. Meskipun demikian, jika penjahatnya sudah tertangkap, persangkaan baik bahwa ia bisa bertaubat dan menjadi baik perlu diterapkan.

Di dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi Muhammad SAW menceritakan kisah kaum terdahulu tentang penjahat yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Ia bertanya kepada seorang Rahib, apakah taubatnya bisa diterima Allah.

Karena rekor membunuhnya cukup fantastis, sang Rahib mengatakan bahwa penjahat tersebut tidak akan mampu mendapatkan ampunan. Dengan rekor kejahatan yang sudah dilakukan, sulit bagi Rahib membayangkan bahwa si penjahat akan mampu berjuang menebus semua kesalahannya. Rahib tersebut kemudian dibunuh oleh penjahat.

Penjahat kemudian mendatangi seorang yang dianggap alim dan bertanya apakah taubatnya bisa diterima. Meskipun rekornya telah menjadi pembunuh seratus nyawa, ulama tersebut mengatakan bisa diampuni. Ulama tersebut berbaik sangka bahwa penjahat akan mampu bertaubat dengan baik dan berbaik sangka bahwa Allah SWT bisa menerima taubatnya. Di akhir hadits, penjahat tersebut masuk ke dalam golongan ahli surga.

Berprasangka baik sangat menentukan keintiman hubungan. Contohnya dalam lingkup hubungan suami istri. Jika istri memiliki keyakinan bahwa suaminya sangat menyintainya, tentu istri pun akan memberikan cintanya dengan maksimal. Namun, jika istri berburuk sangka bahwa suaminya tidak lagi menyintainya, maka kehangatan yang selama ini ia berikan juga akan berkurang.

Oleh karena prasangka baik sangat menentukan keintiman, tentu memiliki prasangka yang baik kepada Allah SWT adalah hal yang sangat penting. Hubungan kedekatan kepada Allah SWT lebih penting daripada hubungan antar manusia. BIsa jadi jauhnya hubungan manusia kepada Allah SWT disebabkan manusia memiliki prasangka yang buruk kepada Allah SWT.

Memiliki persangkaan yang buruk kepada manusia secara logika bisa terjadi karena manusia adalah makhluk yang bisa saja melakukan kesalahan. Sedangkan Allah SWT Maha Suci dari semua kesalahan. Apakah pantas manusia memiliki prasangka buruk kepada Allah SWT? Faktanya, di dalam Al-Quran disebutkan tentang orang-orang yang memiliki persangkaan yang buruk kepada Allah SWT.

Perwujudan prasangka baik kepada Allah SWT adalah meyakini semua firman Allah SWT di dalam Al-Quran. Salah satu firmanNya adalah:
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka (jawablah), sesungguhnya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al-Baqarah ayat 186)

Allah SWT sudah menyatakan bahwa dirinya dekat. Namun, ada manusia yang berburuk sangka dan mengganggap bahwa Allah SWT jauh dan tidak mendengar doanya. Jarak yang jauh antara manusia dengan Allah SWT sesungguhnya berasal dari manusianya. Nabi Muhammad SAW bersabda:

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).” (Muttafaqun ‘alaih) 
Allah SWT menyatakan bahwa Dia akan mengikuti prasangka hambNya. Jika Hambanya berbaik sangka kepada Allah SWT, maka Allah SWT akan mewujudkan persangkaannya tersebut.

Wallahu a'lam bishshowab

2 komentar

Translate