Saat penempatan tugas pertama kali, penulis bertemu kakak kelas penulis di kampus STAN yang kemudian membimbing penulis dan beberapa teman dalam pengajian rutin pekanan. Saat beliau wafat, kami yang menjadi murid-murid beliau, saling bercerita tentang pengalaman pribadi bersama beliau. Ada cerita lucu, haru, romantis, dan menyenangkan. Penulis yang pernah merasakan kebaikan beliau juga menceritakan pengalaman penulis saat masih dibimbing beliau menjadi penulis buletin jum'at di suatu yayasan.
Salah satu teman penulis menceritakan ketika ia pulang ke Jawa bersama anak istrinya. Karena belum memiliki dana yang cukup untuk membawa kembali ke tempat tugas, ia meninggalkan anak istrinya di tempat mertuanya sementara. Ia menceritakan bahwa ketika ustadz pembimbing kami mengetahui ia kembali dari Jawa tanpa membawa anak dan istri, beliau menanyakan alasannya. Teman penulis mengatakan bahwa istrinya kangen sama keluarganya sehingga ia tinggal di Jawa biar lebih lama bersama orang tuanya.
Ustadz pembimbing kami menanyakan alasan sesungguhnya. Beliau merasa bahwa teman penulis tidak mengungkapkan alasan sebenarnya. Teman penulis pun mengakui tidak memiliki biaya yang cukup untuk membawa anak dan istrinya. Beliau kemudian memberi uang kepada teman penulis agar bisa membeli tiket untuk menjemput anak dan istrinya.
Salah satu sebab seseorang bisa menebak adanya keanehan atau hal yang tidak biasa adalah kuatnya perhatian. Bisa jadi itulah sebab kenapa ustadz pembimbing kami mengetahui adanya yang aneh dalam jawaban teman penulis.
Di banyak hadits diceritakan Nabi Muhammad SAW sering bertanya kepada para sahabat alasan kenapa si “Fulan” tidak hadir dalam sholat berjamaah. Ini menunjukkan betapa kuat perhatian Beliau kepada para sahabat. Beliau bisa tahu dari sekian banyak peserta sholat jamaah yang tidak hadir karena Beliau mengenal dan memperhatikan semuanya secara pribadi. Beliau gelisah jika ada sahabatnya yang mendapat masalah seperti sakit, utang, atau sebab lainnya yang menyebabkan tidak hadir dalam sholat berjamaah. Kepedulian Nabi Muhammad SAW juga dinyatakan oleh Allah SWT dalam AL-Quran:
Sesungguhnya telah datang kepada kamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kamu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang Mu’min. (QS. At-Taubah ayat 128)
Menurut Dr. Martin Seligman, psikolog dari University of Pennsylvania, ada tiga level menuju kebahagiaan. Level pertama adalah hidup yang menyenangkan (pleasant life ). Level kedua adalah hidup yang baik (good life). Level tertinggi adalah hidup yang berarti (meaningful life).
Hidup yang menyenangkan adalah mencari kebahagiaan dengan mengejar kesenangan pribadi seperti makanan enak, rumah mewah, baju bagus, jalan-jalan ke luar negeri, dan lain-lain. Semua bersifat materialistis yang biasanya bisa didapatkan dengan memiliki uang yang banyak.
Orang yang telah puas mendapatkan kebahagian berupa kenikmatan materi, biasanya mulai berpikir untuk mendapatkan kebahagiaan level kedua yaitu hidup yang baik atau sukses. Mereka akan berusaha mencapai kesuksesan sehingga menjadi terhormat di masyarakat. Menjadi tokoh masyarakat, anggota DPR, walikota, atau pimpinan organisasi adalah contoh kesuksesan hidup.
Bagi mereka yang levelnya masih mengejar “hidup yang menyenangkan”, mereka terkadang tidak memahami kebahagiaan berupa kesuksesan. Jika ada pengusaha yang sangat kaya mencalonkan diri menjadi anggota DPR mereka bertanya-tanya. Untuk apa jadi anggota DPR? Khan uangnya saja nggak akan habis dimakan sampai dengan tujuh turunannya?
Bagi mereka bahagia itu adalah uang yang banyak. Jika ada orang yang kehidupannya pas-pasan mencalonkan menjadi anggota DPR, mereka faham. Itu pasti karena orang tersebut ingin menjadi kaya dengan menjadi anggota DPR. Yang mereka tidak fahami adalah ada orang kaya yang rela melepaskan sebagian bisnisnya karena fokus mencalonkan diri sebagai anggota DPR. Khan ia rugi karena keuntungannya berkurang dan harus kehilangan uang? Apa sih yang dia kejar dalam hidup ini?
Kebahagian level ketiga adalah hidup yang berarti. Ini adalah kebahagiaan yang tertinggi namun jarang sekali orang yang mencari kebahagian dengan cara ini. Bahkan mereka yang sudah memahami kebahagian level kedua saja belum tentu bisa memahami kebahagian jenis ini. Kebahagiaan level ini didapatkan dengan cara membahagiakan orang lain. Tubuhnya mungkin lelah, uangnya mungkin menipis, tetapi hatinya sangat bahagia.
Dr. Martin Seligman melakukan eksperimen dengan menyuruh sekelompok anak muda melakukan dua tugas. Tugas pertama adalah dengan menyuruh mereka melakukan hal-hal yang menyenangkan seperti makan es krim dan menonton film. Tugas kedua adalah mereka disuruh untuk menjadi relawan yang membantu orang lain. Menjadi relawan di dapur umum atau di panti jompo.
Setelah kedua tugas terlaksana, mereka ditanya mana yang dari dua tugas tersebut yang mendatangkan kebahagian dari dalam dirinya. Ternyata sebagian besar menyatakan bahwa menjadi relawan mendatangkan kebahagiaan yang lebih kuat. Makan es krim memang nikmat, tetapi setelah es krimnya habis, kenikmatannya tidak lagi terasa. Menjadi relawan, saat mendapatkan senyuman terima kasih, kebahagiaannya bertahan lebih lama dan lebih dalam.
Sebenarnya contoh kebahagiaan level ketiga ini bisa dilihat dari prilaku para ibu kepada bayi mereka. Para bayi dengan kerewelannya merengek, menangis, dan meronta-ronta. Para ibu dengan lelah menggendong, menyusui, dan membersihkan kotoran bayinya. Tapi rasa lelah tersebut terbayar dengan senyuman bayinya kepadanya. Terbayar dengan tangan terentang yang menunjukkan bayi ingin dipeluk dan dicium oleh ibunya.
Kebahagiaan level ketiga adalah kebahagiaan karena bisa bemanfaat. Kebahagiaan ini memang tidak akan bisa difahami dan dipertanyakan oleh orang yang belum mencapainya. Seperti pertanyaan manusia dengan kebahagiaan level satu yang bertanya kenapa ada orang sudah kaya raya tujuh turunan masih mau jadi menteri atau gubernur.
Setelah memahami tipe kebahagiaan, terjawablah sudah misteri keanehan jawaban Nabi Muhammad SAW. Beliau mengatakan bahwa manusia yang paling berat ujian dan cobaannya adalah para Nabi dan Rasul. Namun, di waktu yang lain, Beliau berkata kepada ibunda Aisyah, “...Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?” Kehidupan para Nabi sangat berat, tetapi mereka adalah orang-orang yang paling bersyukur karena merasakan hidupnya penuh kebahagiaan.
Mengejar kebahagiaan level ketiga bukan hanya memberi manfaat kepada manusia saja. Ia bisa mengejarnya dengan memberi manfaat kepada seluruh alam semesta. Nabi Muhammad SAW bersabda:
Ketika seorang laki-laki sedang berjalan di suatu jalan, dia sangat kehausan sekali, lalu dia mendapati sebuah sumur, segera dia turun ke sumur itu dan meminum (airnya). Kemudian ketika dia keluar dari sumur, tiba-tiba ada seekor anjing yang sedang menjulurkan lidahnya sambil menjilati tanah karena kehausan.Laki-laki itu berkata, “Sesungguhnya anjing ini telah menderita kehausan seperti yang pernah aku rasakan tadi.” Lalu laki-laki itu turun kembali ke sumur, kemudian dia penuhi sepatu botnya dengan air, (setelah itu dia keluar dari sumur) sambil menggigit sepatu botnya dengan mulutnya. Kemudian dia minumkan ke anjing itu, maka Allah bersyukur kepadanya dan mengampuni (dosa-dosa)nya”.Para Sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, sungguhkah (apakah) kita akan mendapat pahala apabila kita berbuat kebaikan kepada binatang?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Pada setiap mahluk yang hidup apabila kamu berbuat kebaikan kepadanya, maka kamu akan mendapat pahala.” (HR. Bukhari)
Wallahu a'lam bishshowab
Barakallahu fikk Ustadz
BalasHapusSemoga kita bisa Istiqomah di level ketiga
Jazakallah..
BalasHapus