Suatu hari, ayah penulis menjelaskan cara menghitung umur pohon kepada penulis. Beliau yang merupakan sarjana kehutanan, sering menjelaskan teknologi-teknologi terkait tumbuhan kepada penulis. Saat itu kami berada di depan batang pohon yang baru ditebang. Dari batang yang ditebang, tampak lingkaran-lingkaran yang berlapis-lapis dari tengah batang sampai ke kulitnya.
Umur pohon dapat diketahui dengan menghitung lingkaran-lingkaran yang ada. Ada lingkaran yang lebar, ada juga lingkaran yang sempit. Lingkaran-lingkaran tersebut terbentuk karena perbedaan musim. Di Indonesia yang hanya mengenal musim hujan dan musim kemarau, pola yang terbentuk akan berbeda dengan pola yang ada di negeri-negeri yang memiliki empat musim.
Saat musim hujan, kebutuhan pohon air dan nutrisi tersedia dengan berlimpah. Efeknya adalah pertumbuhan pohon sangat cepat. Pita lingkaran yang terbentuk menjadi lebar. Saat musim kemarau, pohon hanya sedikit mendapatkan air sehingga lingkaran batang pohon hanya bertambah sedikit. Biasanya lingkaran yang terbentuk lebih tipis dan warnanya lebih pekat.
Perkembangan pohon tergantung dengan perubahan musim. Faktor curah hujan dan sinar matahari sangat menentukan kecepatan tumbuh pohon. Dengan memperhatikan lingkaran pohon dapat diketahui berapa kali pohon tersebut mengalami musim hujan. Dari lebar lingkaran yang ada dapat diperkirakan juga pada tahun ke berapa daerah tersebut mengalami curah hujan yang tinggi.
Pertumbuhan tanaman tergantung kepada kondisi alam. Tapi apakah manusia akan menyerah begitu saja kepada kondisi alam? Tentu tidak. Manusia akan melakukan rekayasa agar tanaman bisa tumbuh maksimal tanpa tergantung alam. Manusia akan mengelola pengairan agar tanaman bisa terpenuhi butuhan airnya sepanjang tahun. Mau musim hujan atau musim kemarau, pertumbuhan tanaman secara maksimal terus berlanjut dengan bantuan manusia.
Manusia akan membuat rumah kaca untuk melindungi tanaman dari cuaca ekstrim dan hama yang menyerang. Manusia juga merekayasa tanaman dengan mencangkok tanaman, menyambung tanaman (okulasi), melakukan penyerbukan buatan, untuk mengoptimalkan hasil pertanian.
Rekayasa manusia untuk memaksimalkan produk tanaman bahkan sudah sampai pada tingkat rekayasa genetik. Bukan hanya lingkungan tanaman yang dirubah, tetapi sampai sifat tanaman pun direkayasa. Saat penulis masih kecil, yang namanya buah semangka, selalu ada bijinya. Ketika pertama kali memakan buah semangka tanpa biji hasil dari rekayasa tanaman, penulis terheran-heran. Bijinya pada pergi kemana? Bisa jadi kelak ada generasi yang terbiasa makan semangka tanpa biji, terheran-heran menemukan buah semangka yang ada bijinya.
Produk Rekayasa Genetika yang biasa diberi kode GMO (Genetically Modified Organism) dihasilkan dengan memodifikasi sifat tanaman dan hewan. Para peneliti telah menemukan susunan gen di dalam tanaman dan hewan yang menyimpan rahasia dari sifat-sifatnya.
Ada tanaman yang buahnya kecil-kecil tetapi rasanya manis. Ada tanaman yang memiliki daya tahan yang kuat terhadap hama tetapi buahnya jarang. Dengan rekayasa genetik, para ahli akan mengambil gen-gen dari berbagai tanaman untuk dikombinasikan menciptakan tanaman yang unggul. Terciptalah tanaman yang memiliki buah dengan ukuran yang besar dengan rasanya yang manis, dan tahan terhadap hama serta menghasilkan buah yang banyak.
Manusia memiliki potensi akal yang bisa menghasilkan penemuan-penemuan baru. Kemampuan merekayasa yang dimiliki manusia membuatnya layak untuk menjadi khalifah di muka bumi. Apalagi dengan ditemukannya alat-alat bantu seperti mikroskop dan komputer. Pekerjaan rumit yang dulu tidak bisa diselesaikan, sekarang bisa diproses dalam waktu singkat.
Suatu hari penulis berbincang-bincang dengan tukang untuk memperbaiki bagian atap yang rusak. Menurut penulis pekerjaan tersebut cukup sulit dikerjakan. “Bisa nggak kira-kira dibuat seperti itu?, tanya penulis. Tukang mengatakan bahwa selama barang yang dikerjakan dapat dilihat dan dapat dipegang, pasti bisa dibuat. Kepercayaan diri tukang yang kuat atas kemampuannya untuk merekayasa. Ia mengatakan bahwa jika barang yang dipesan dalam bentuk barang ghaib yang tidak bisa dilihat, barulah dia menyerah.
Manusia melakukan rekayasa terhadap alam untuk meningkatkan kualitas hidup. Mereka memodifikasi tumbuhan, hewan dan alam sekitar agar memiliki kemanfaatan yang lebih besar. Namun, terkadang manusia melupakan untuk merekayasa dirinya menjadi lebih baik. Padahal, kualitas kehidupan sangat tergantung dari kualitas dirinya. Manusia harus mampu memperhatikan kekurangan dirinya dan merekayasanya untuk menjadi lebih baik.
Ada seseorang yang penulis kenal memiliki kelebihan berat badan. Suatu hari penulis menemuinya dalam kondisi berat badan yang ideal. Cukup mengejutkan karena bobot badannya turun drastis dalam waktu yang relatif singkat. Ketika ditanya, “Kok bisa?” Ia menjawab, ”Sifat aja bisa dirubah, apalagi hanya bentuk badan.” Ia telah sukses merekayasa tubuhnya menjadi lebih ideal.
Secara logika merekayasa tubuh untuk menjadi lebih langsing sudah difahami oleh banyak orang. Intinya adalah dengan mengurangi kuantitas makanan. Cara lain untuk diet adalah dengan merekayasa menu makanan dengan beralih kepada makanan-makanan yang banyak mengandung protein dan sedikit mengandung karbohidrat.
Cara lain untuk menunjang program diet adalah dengan melakukan olah raga. Jika tidak sempat berolahraga, minimal melakukan rekayasa kegiatan harian yang dapat membakar lemak lebih banyak. Menuju suatu tempat yang tidak terlalu jauh, misalnya pergi ke masjid atau ke warung, jika selama ini menggunakan kendaraan, bisa dirubah dengan berjalan kaki. Naik ke lantai atas, jika selama ini menggunakan lift, bisa dirubah dengan melalui tangga.
Hampir semua orang sudah tahu cara-cara mengurangi berat badan. Teori yang sangat mudah, lebih mudah difahami daripada rekayasa genetik yang harus membongkar DNA. Namun kenapa banyak yang gagal ketika berusaha merekayasa tubuhnya untuk menjadi ideal?
Merujuk pendapat tukang yang memperbaiki atap di atas, merekayasa jasmani seharusnya lebih mudah dilakukan daripada merekayasa ruhani. Jasmani adalah benda fisik yang dapat dilihat dan dipegang, sedangkan ruhani adalah benda psikis yang tidak bisa dilihat dan dipegang. Perlu waktu yang relatif lebih lama untuk merubah mental dan sifat dibandingkan merubah bentuk jasmani. Jika merekayasa jasmani saja sudah gagal, bagaimana mampu merekayasa ruhani?
Rekayasa terhadap ruhani membutuhkan kemauan yang kuat. Salah satu tokoh yang sukses dalam merekayasa kehidupannya menjadi lebih baik adalah Fudhail bin Iyadh. Semula ia adalah seorang perampok besar yang sangat ditakuti karena kehebatannya dalam melakukan aksi perampokan.
Suatu hari Fudhail bin Iyadh bersiap-siap melakukan perampokan. Tiba-tiba ia mendengar ayat Al-Quran:
Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik. (QS. Al-Hadid ayat 16)
Fudhail pun terguncang. Ia menangis dan merasa bahwa selama ini ia begitu jauh dari Allah SWT. Ia merasa sudah tiba waktunya untuk kembali kepada Allah SWT. Ia kemudian belajar agama dengan keras untuk merubah hidupnya menjadi lebih baik. Ketekunannya dalam belajar membuat ia memiliki pengetahuan agama yang luas. Ia berubah dari seorang penjahat menjadi ulama besar yang menjadi rujukan oleh para ulama lainnya.
Jika seorang penjahat besar saja bisa merekayasa kehidupannya menjadi ulama besar, tentu bagi yang bukan penjahat kesempatannya lebih besar. Semua orang bisa merubah kehidupannya. Masalahnya adalah, apakah Anda ingin merekayasanya atau membiarkannya seperti apa adanya.
*Wallahu a'lam bishshowab*
Posting Komentar