Suatu hari penulis berbincang-bincang dengan seorang ustadz. Ia mengatakan bahwa ia menjadi ustadz karena pernah mendengar ceramah penulis tentang tipe-tipe mahasiswa. Ia memilih menjadi mahasiswa dengan tipe kuda. Ia mengingatkan penulis tentang acara mentoring mahasiswa. Penulis pun ingat pernah diminta seorang teman untuk mengisi kegiatan mentoring di Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman beberapa tahun silam sebelum penulis pindah tugas mutasi ke kota lain.
Pada kegiatan mentoring penulis menyampaikan tipe mahasiswa yang dikenal pada masa itu dengan mahasiswa kupu-kupu, mahasiswa kura-kura, dan mahasiswa kuda. Mahasiswa kupu-kupu adalah mahasiswa yang datang ke kampus hanya untuk kuliah. Selesai kuliah segera pulang.
Setiap hari kegiatannya hanyalah kuliah lalu segera pulang. Aktivitasnya adalah kuliah pulang - kuliah pulang yang disingkat dengan KUPU-KUPU. Target kelompok mahasiswa ini hanyalah mendapat ijazah sarjana. Bisa jadi mereka memiliki pekerjaan atau kesibukan lain di luar kampus sehingga tidak sempat melakukan kegiatan selain kuliah di kampus.
Tipe mahasiswa kura-kura adalah mahasiswa yang aktif dalam kegiatan organisasi. Selain mengikuti kuliah, mereka juga sibuk dengan rapat-rapat organisasi. Aktivitas mereka yang berkisar Kuliah Rapat – Kuliah Rapat disingkat dengan kura-kura.
Tipe mahasiswa kuda adalah mahasiswa yang selain kuliah, mereka sering terlihat di masjid kampus. Mereka mengikuti ta’lim dan kajian yang diadakan untuk para mahasiswa. Mereka biasanya juga aktif berdakwah mengajak mahasiswa lain untuk meramaikan masjid. Aktifitas di seputaran kuliah dan dakwah selama berada di kampus membuat mereka mendapat julukan mahasiswa Kuda (Kuliah-dakwah).
Ada lagi model mahasiswa di kampus yang asyik pacaran dengan temannya di kampus. Tipe model seperti ini, jika kegiatan pacarannya lebih dominan daripada kuliahnya, sering membuat repot orang tua. Uang jajan menjadi boros karena habis buat mentraktir pacarnya. Nilai mata kuliah pun menurun karena tidak fokus belajar. Pikiran mereka lebih terpusat kepada pacarnya karena kangen. Mereka yang terombang-ambing antara Kuliah dan Kangen ini disingkat dengan mahasiswa Kukang (Kuliah-Kangen).
Mereka yang pernah kuliah di kampus, biasanya akan memilih aktifitas berdasarkan cara pandang mereka terhadap kampus. Cara pandang yang berbeda akan menghasilkan pilihan kegiatan yang berbeda.
Perbedaan sudut pandang mahasiswa terhadap kampus telah dibahas di atas. Lalu bagaimana sudut pandang anggota keluarga terhadap rumah? Rumah yang dimaksud dalam tulisan ini adalah rumah dalam arti suasananya.
Di dalam bahasa Inggris dikenal kata “house” dan “home” yang keduanya memiliki arti rumah. Meskipun memiliki terjemah yang sama dalam bahasa Indonesia, penggunaannya berbeda. House lebih merujuk kepada bendanya sedangkan home merujuk kepada suasananya.
Jika seseorang mengatakan “I miss my home” maka ia sedang merasa rindu berada di rumah bersama ayah, ibu dan saudara-saudaranya. Ia merasa rindu kepada suasana di rumah. Meskipun sedang tidak berada di rumah, jika ada keluarganya berkumpul di sana, maka ia sedang merasa berada di rumah.
Jika seseorang mengatakan “I miss my house” maka ia sedang merindukan “bangunan” rumahnya. Ia rindu kepada pintu, jendela, atau atap rumahnya. Kalau seseorang mengatakan ingin menjual bangunan rumahnya, pilihan kata yang lebih tepat untuk dipakai adalah kata house, bukan kata home.
Seorang ustadz pernah mengatakan bahwa sebuah bangunan yang berbentuk rumah bisa berubah fungsi tergantung suasana yang dominan di dalamnya. Meskipun bentuknya tidak berubah, secara hakikat rumah tersebut sedang beralih fungsi menjadi bangunan lain jika suasana di dalam rumah tersebut berubah. Suasana rumah akan sangat tergantung dari sudut pandang anggota-anggotanya terhadap rumah.
Jika anggota rumah jarang saling bertegur sapa maka rumah tersebut berubah fungsi sebagai penginapan atau kos-kosan. Mereka pulang hanya untuk beristirahat dan pergi lagi tanpa merasakan ikatan yang kuat dengan penghuni lainnya.
Jika anggota rumah bertengkar dan saling ingin menyakiti maka rumah tersebut telah berubah fungsi menjadi arena pertandingan. Ia berubah menjadi ring tinju, tempat baku hantam untuk menjatuhkan lawan.
Jika kepala rumah tangga bersikap keras yang membuat anggota keluarga lainnya merasa ketakutan dan terintimidasi maka sesungguhnya rumah tersebut telah berubah menjadi penjara. Ada sipir yang bersikap keras terhadap narapidana untuk mencegahnya melakukan kekacauan.
Rumah yang ideal adalah rumah yang selain menimbulkan suasana kasih sayang, juga menimbulkan suasana sekolah. Rumah ini akan tercipta jika seluruh anggota keluarga memandang bahwa rumah adalah tempat belajar.
Di dalamnya ada Ayah sebagai kepala sekolah, ibu sebagai guru, kakak-kakak sebagai asisten pengajar, dan adik-adik sebagai muridnya. Bahkan pembantu rumah tangga pun terbawa arus menjadi rajin untuk belajar.
Rumah yang ideal juga menimbulkan suasana seperti bangunan tempat ibadah. Rumah yang memberikan nuansa untuk rukuk dan bersujud. Rumah model seperti ini akan tercipta jika anggota-anggotanya memandang rumah sebagai masjid.
Dari tulisan di atas, dapat dilihat bahwa perbedaan sudut pandang terhadap kampus dan rumah akan menimbulkan perbedaan aktivitas. Dalam skala yang lebih besar, yaitu kehidupan dunia, prinsip ini juga berlaku. Perbedaan sudut pandang atas kehidupan akan menimbulkan gaya hidup yang berbeda.
Ada salah satu lagu yang dinyanyikan oleh grup musik Bimbo yang memberikan salah satu sudut dalam memandang kehidupan dunia. Lagu tersebut berjudul “Sajadah Panjang”. Lagu yang mengibaratkan manusia selama berada di dunia sedang berada di atas sajadah. Ujung dari sajadah adalah kuburan yang menjadi pintu masuk ke alam barzakh. Berikut penggalan lirik lagunya:
Ada sajadah panjang terbentang.Dari kaki buaian.Sampai ke tepi kuburan hamba.Kuburan hamba bila mati.Ada sajadah panjang terbentang.Hamba tunduk dan sujud.Di atas sajadah yang panjang ini.Diselingi sekedar interupsi.Mencari rezeki mencari ilmu.Mengukur jalanan seharian.Begitu terdengar suara azan.Kembali bersimpuh hamba.
Kehidupan di dunia, berdasarkan lagu Sajadah panjang, bisa diibaratkan berada di atas sajadah. Jika seseorang memandang hidup di dunia seperti berada di atas sajadah maka yang mendominasi aktifitasnya adalah aktifitas-aktifitas yang sering dilakukan di atas sajadah yaitu beribadah. Pada dasarnya tujuan hidup utama manusia adalah untuk beribadah. Allah SWT berfirman:
Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat ayat 56)
Seseorang yang berusaha tidak melanggar perintah Tuhan, pada dasarnya ia sedang beribadah. Di dalam mencari nafkah ia berusaha menghindari penghasilan yang haram. Di dalam bergaul ia berusaha tidak menyakiti orang lain. Itu ia lakukan karena ia merasa sedang berada di atas sajadah.
Tetapi tentu tidak semua orang memandang dunia adalah sajadah. Bisa jadi ada yang memandangnya sebagai kafe untuk tempat bersantai. Ada yang memandangnya sebagai kantor untuk bekerja mengumpulkan harta. Sudut pandang yang diambil akan terlihat dari aktifitas yang paling dominan dalam hidupnya. Jadi menurut Anda, dunia ini apa?
*Wallahu a'lam bishshowab*
Barakallahu fikk Ustadz
BalasHapus