Saat masih kecil, penulis pernah disuruh orang tua berbelanja di pasar. Penulis melihat sekelompok orang yang mengerumuni meja yang di atasnya ada lubang-lubang kecil yang disegel dengan kertas. Bagi yang mencoba keberuntungan ia akan membayar sejumlah uang lalu mencoblos lubang yang di dalamnya berisi angka-angka. Angka tersebut lalu ditukar dengan hadiah-hadiah yang sudah diberi nomor. Pemain yang mendapatkan barang yang harganya lebih mahal daripada uang yang dibayar tentu mendapatkan keuntungan. Namun, lebih banyak yang rugi karena tidak mendapatkan apa-apa. Permainan yang bersifat perjudian.
Ada seseorang yang sepertinya penasaran dengan hadiah utama. Saat lubang-lubang sudah banyak dicoblos dan tinggal sedikit yang tersisa, kemungkinan mendapatkan hadiah utama semakin besar. Ia kemudian memborong habis semua lubang yang tersisa. Tentu ia sudah memperhitungkan jumlah yang dibayar dengan hadiah-hadiah yang masih tergantung yang nomornya belum keluar.
Ternyata setelah semua lubang dicoblos, nomor hadiah utama dan beberapa hadiah lainnya tidak ada di semua lubang. Terjadi kehebohan, yang menyaksikan marah dan jengkel. Penulis tidak bisa membayangkan seandainya penjaganya bukanlah seorang wanita. Tentu ia akan habis dihajar karena telah melakukan penipuan.
Bisa jadi selama ini sebenarnya hadiah-hadiah utama yang ditampilkan memang tidak pernah disediakan angkanya di dalam lubang. Ketika jumlah lubang yang tersisa sudah tinggal sedikit, penjual judi coblos akan menutup meja dan segera pulang sehingga tidak ketahuan bahwa nomor hadiah-hadiah yang mahal sebenarnya tidak ada di semua lubang. Tapi sepandai-pandainya tupai melompat, suatu saat akan terjatuh juga. Hari itu ia tidak sempat menutup meja di saat ada orang yang memborong semua lubang dengan disaksikan banyak orang.
Banyak orang bermain judi meskipun telah jelas keharamannya di dalam Al-Quran. Judi bahkan termasuk dosa besar. Mereka mengira judi adalah jalan yang mudah untuk mendapatkan kekayaan dengan singkat dan mudah. Padahal judi adalah jalan yang terjal dan sulit. Mereka berhadapan dengan para bandar judi yang membuat sistem yang akan memberikan kemenangan kepada bandar judi.
Segala tipu daya, akan dilakukan bandar untuk mengalahkan lawannya. Jangan dikira semua yang hadir adalah peserta. Bisa jadi di antara mereka adalah anak buah bandar yang akan membantu bandar meraih kemenangan.
Dennis Lim, seorang pengelola judi online yang bertaubat dan kini menjadi pendakwah, mengatakan bahwa penghasilannya bisa mencapai delapan puluh juta rupiah per hari saat mengelola judi online. Padahal judi online yang ia kelola bukanlah judi online level atas. Dennis mengatakan bahwa seorang yang menang judi online, itu bukan karena kehebatan pemain judinya tetapi memang dikasih menang sama bandar judinya. Sistem algoritma bandar judi sudah menghimpun data yang masuk dan tinggal memilih angka mana yang akan dimenangkan. Tentu angka yang paling menguntungkan buat bandar judi.
Bandar berbuat curang agar ia secara keseluruhan selalu menang. Dari peserta judi online, memang ada beberapa yang diberi kemenangan untuk menarik peserta judi. Namun, ribuan atau bahkan puluhan ribu laginya mengalami kekalahan dan memberikan keuntungan kepada bandar judi. Judi yang dilakukan secara langsung dan berhadapan saja bandarnya berani berbuat curang, apalagi judi online yang bandarnya tidak kelihatan serta rumus program kemenangannya bisa diatur seenaknya.
Mereka yang diberi kemenangan biasanya yang baru ikut dan mulai dengan nilai yang kecil. Setelah ketagihan, kemenangan mulai sulit untuk didapatkan. Kadang menang, tetapi secara keseluruhan mengalami kerugian. Seandainya ada yang mendapat kemenangan besar, bisa jadi itu adalah orang-orang yang berdasarkan perhitungan algoritma sudah termasuk yang ketagihan dan pasti akan mempertaruhkan lagi kemenangannya. Kelak uangnya akan kembali ludes.
Dennis Lim mengatakan bahwa jika ada sepuluh orang berjudi, meskipun yang menang hanya dua orang, karena sifat tamak, mereka akan tetap ikut karena merasa merekalah yang akan menjadi dua orang pemenang tersebut. Ketika seseorang sudah ketagihan judi, tanpa tidak sadar ia akan mulai berhutang, dan itulah awal kehancuran kehidupannya.
Penulis pernah berbincang-bincang dengan seseorang yang kehilangan rumah dan segala hartanya karena judi. Ia mengatakan bahwa ia keluar dari ketagihan judi dengan susah payah. Jika seorang penjudi mengalami kekalahan, ada bisikan yang mengatakan, “Kali ini pasti menang. Uang yang hilang harus kembali.” Jika penjudi mendapatkan kemenangan dan ingin berhenti, setan akan berbisik, “Coba lagi, biar kemenangannya berlipat ganda.” Bisikan setan yang selalu memperdaya para penjudi untuk terus berjudi hingga habis tidak ada yang tersisa.
Allah SWT berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (QS. ayat-90-91)
Ayat di atas menjelaskan bahwa setan menggunakan perjudian untuk menimbulkan permusuhan dan kebencian. Lihatlah betapa banyak permusuhan akibat judi. Mereka yang berjudi akan saling membenci karena merasa dirugikan saat kalah. Tidak heran sering terjadi perkelahian di meja perjudian karena kecewa atas kekalahan. Mereka yang berhutang akibat judi, juga akan dibenci oleh pemberi hutang ketika hutangnya tidak bisa terlunasi. Penjudi yang kehabisan harta dan tidak sanggup menafkahi keluarganya juga akan mendapatkan kemarahan dari kerabatnya.
Terkadang penyakit judi dimulai dari pertaruhan kecil-kecilan. Judi meskipun kecil tetaplah haram. Kadang seseorang bertaruh untuk hal yang sangat sederhana di sela-sela menonton pertandingan sehingga tidak merasa sedang berjudi. Dengan ringan terucap, “Inggris lawan Belanda siapa yang akan menang? Berapa skornya? Ayo yang kalah bayar mie bungkus.” Sebenarnya bukan masalah harga mie yang tidak seberapa, tetapi ia telah menentang perintah Allah SWT yang mengharamkan judi. Karena kalau perjudian diperbolehkan dengan alasan nilai “tidak seberapa”, orang-orang kaya akan bebas berjudi. Bagi mereka uang seratus juta itu “tidak seberapa”.
Berlomba untuk menebak hasil pertandingan tidak dianggap perjudian jika para pesertanya tidak mempertaruhkan sesuatu miliknya. Lomba yang hadiahnya berasal dari pihak penyelenggara, diperbolehkan di dalam Islam menurut para ulama. Jika ada yang berkata, “Inggris lawan Belanda siapa yang akan menang? Yang benar saya kasih uang.”, tentu boleh-boleh saja. Itu adalah hadiah karena para peserta tidak sedang mempertaruhkan sesuatu miliknya.
Jadi semua lomba yang pakai uang pendaftaran berarti judi? Tentu tidak semua. Jika uang pendaftarannya digunakan untuk dikembalikan kepada peserta seperti kaos, snack, minuman, alat lomba, dan lain-lain tentu boleh saja. Yang dianggap judi adalah jika uang pendaftaran lomba tersebut digunakan untuk hadiah lomba. Artinya yang kalah uangnya akan hangus.
Ada seseorang yang bermain judi di malam hari bersama teman-temannya. Sengaja ia bermain judi setelah anaknya tidur. Tiba-tiba anaknya yang masih kecil terbangun lalu menghampirinya. Anaknya menyarankan kepadanya kartu yang harus ia tahan agar ia menang.
Ia tersentak, ternyata anaknya sudah tahu cara bermainnya. Ia membayangkan bagaimana nanti kalau anaknya besar dan ternyata menjadi penjudi? Sesukses apapun kehidupan seseorang, hidupnya bisa hancur dalam sekejap jika dipertaruhkan di meja judi. Sejak saat itu ia bertaubat dan tidak lagi bermain judi. Ia tidak mau anaknya kelak mempertaruhkan hidupnya di dalam permainan setan.
Wallahu a'lam bishshowab
Barakallahu fikk Ustadz
BalasHapus