Seorang guru matematika menceritakan kesulitannya dalam mengajar. Ia mengatakan bahwa ia pernah menerangkan cara mengerjakan soal matematika kepada murid-muridnya. Setelah memberitahu cara mengerjakannya, ia membuat soal yang sama persis dengan yang sudah diterangkan. Hanya mengubah angka-angkanya saja. Ternyata jawaban muridnya salah. Ia heran, "Baru saja diterangkan, soalnya sama, kok nggak bisa?" Guru matematika tersebut merasa heran, di mana letak sulitnya soal matematika yang ia buat.
Ada teori yang mengatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang pernah merasakan tidak naik kelas. Lho, kok bisa? Bukannya mereka yang selalu naik kelas lebih cerdas?
Teori ini bukan bermaksud membela mereka yang pernah tidak naik kelas. Namun, guru yang pernah mengalami tidak naik kelas tentu memiliki pengalaman yang belum pernah dirasakan para guru yang saat sekolah selalu naik kelas.
Pengalaman yang dirasakan guru yang dulu tidak naik kelas bisa membuat guru mengetahui cara menjelaskan pelajaran kepada para murid. Mereka tahu, kesulitan yang dialami para murid. Mereka akan mengajak murid-muridnya untuk melewati pelajaran yang dulu juga sulit mereka lalui. Mereka faham di titik-titik mana yang membuat para murid kebingungan. Contoh yang mereka berikan akan mudah difahami para murid.
Guru yang tertinggal kelas, secara logika, juga lebih bisa memahami perasaan tidak nyaman yang dirasakan oleh murid yang tertinggal pelajaran. Ia telah merasakan perasaan sedih yang sama saat tidak naik kelas. Oleh sebab itu ia bisa lebih sabar mendidik anak-anak yang tertinggal pelajaran. Ketidakfahaman murid tidak membuatnya marah. Ia menyayanginya karena seperti melihat dirinya di masa lalu. Ia tidak akan meninggalkannya sampai muridnya faham dan mampu melewati masa sulitnya.
Guru yang pernah tidak naik kelas memiliki kelebihan berupa kesamaan nasib dengan muridnya yang tertinggal pelajaran. Itu menjadi modalnya untuk memberikan motivasi. Pengalaman pribadi guru membuat murid percaya bahwa ia pasti bisa bangkit mengejar ketertinggalan sebagaimana gurunya.
Guru yang selalu naik kelas, tidak bisa menceritakan pengalaman pribadinya untuk menyamakan frekuensi dengan muridnya. Ia tidak bisa mengatakan “Saya dulu juga seperti kamu, tapi akhirnya saya bisa.” Guru yang selalu naik kelas hanya bisa mengatakan, “Kamu pasti bisa, saya aja bisa.” Dan sang murid pun akan berkata di dalam hati, “Khan kita beda.”
Guru yang pernah mengalami kesulitan belajar bisa mengenali murid-muridnya yang tertinggal pelajaran. Ia tahu ciri khas mereka yang kebingungan menghadapi pelajaran. Dari tulisan dan pembicaraan murid, ia bisa mengenali siapa anak yang pintar dan siapa yang kemampuannya harus ditingkatkan lagi.
Kesimpulannya, guru yang baik adalah guru yang memiliki karakter-karakter tertentu. Meskipun hanya teori, konon karakter tersebut dimiliki oleh mereka yang pernah tertinggal kelas. Namun, guru yang selalu naik kelas, selama memiliki karakter tersebut, juga akan bisa menjadi guru yang baik.
Karakter tersebut adalah guru mampu mengetahui letak permasalahan yang dihadapi murid dan mampu memberi contoh yang harus dilakukan. Guru juga memiliki kasih sayang yang kuat dan bisa merasakan penderitaan yang dirasakan murid. Guru mampu memotivasi murid untuk bangkit dan membuktikan bahwa dengan kondisi yang sama guru mampu melakukannya. Selain itu guru bisa memetakan kapasitas dan kemampuan murid-muridnya.
Nabi Muhammad SAW adalah salah satu guru terbaik di dunia. Dalam waktu dua puluh tiga tahun ia mampu merubah 124 ribu masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang beradab. Ia berhasil mengajarkan ajaran yang bertolak belakang dengan pemahaman dan adat yang dipegang oleh masyarakat jazirah Arab saat itu.
Nabi Muhammad SAW menjadi guru yang terbaik karena memiliki karakter yang dibutuhkan untuk menjadi guru yang baik. Yang pertama, Nabi Muhammad SAW sebagai guru bisa memberikan contoh kepada umatnya karena kehidupannya memiliki banyak peran yang jarang dimiliki manusia biasa. Beliau memegang jabatan sebagai presiden, pedagang, jenderal perang, diplomat, dan peran-peran lainnya.
Sebagai contoh adalah peran Nabi Muhammad SAW sebagai ayah. Karena ia memiliki anak kandung, anak tiri, anak angkat, dan anak menantu maka Nabi Muhammad SAW bisa memberikan contoh sebagai ayah kandung, ayah angkat, ayah tiri, dan ayah mertua yang baik.
Pendidikan terhadap para suami juga dicontohkan dengan lengkap oleh Nabi Muhammad SAW. Karena ia memiliki istri yang gadis, janda, tua, muda, putri bangsawan, rakyat biasa, kaya raya, budak, dan kondisi lainnya maka semua suami bisa mengambil pelajaran dari kisah kehidupan Beliau.
Jika ada suami yang enggan menjahit bajunya yang robek atau membantu istrinya memasak maka ia perlu membaca lagi kisah kehidupan Nabi Muhammad SAW yang rajin membantu istrinya di tengah kesibukannya sebagai kepala pemerintahan. Ini tergambar dari hadits yang diceritakan salah seorang istrinya yaitu Aisyah RA:
Urwah berkata kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika ia bersamamu (di rumahmu)?”, Aisyah berkata, “Ia melakukan (seperti) apa yang dilakukan oleh salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya, ia memperbaiki sendalnya, menjahit bajunya, dan mengangkat air di ember” (HR Ibnu Hibban)Yang kedua Nabi Muhammad memiliki perasaan sayang yang kuat kepada murid-muridnya. Allah SWT berfirman:
Sungguh, benar-benar telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, dan (bersikap) penyantun dan penyayang terhadap orang-orang mukmin.(QS. At-Taubah ayat 128)Nabi Muhammad SAW sangat mencintai umatnya. Itu yang membuat Beliau sabar membimbing dan mendampingi umatnya. Tidak mundur meskipun mendapat fitnah, tuduhan, dan ancaman. Ibarat guru yang sabar menghadapi muridnya yang melawan dengan tidak mau belajar. Murid yang memilih tidak mengerjakan soal karena putus asa dengan sulitnya pelajaran.
Karakter lain yang dimiliki Nabi Muhammad yang membuatnya menjadi guru terbaik adalah kemampuannya mengenali kapasitas dan kemampuan murid-muridnya. Ini tergambar dari ucapannya saat mengumumkan para juara-juara kelas:
“Umatku yang paling penyayang terhadap umatku adalah Abu Bakar, yang paling tegas di antara mereka adalah Umar, yang paling benar rasa malunya adalah Utsman, yang paling tepat keputusannya adalah Ali bin Abu Thalib, yang paling bagus bacaannya terhadap kitabullah adalah Ubai bin Ka'ab, yang paling tahu terhadap perkara yang halal dan yang haram adalah Mu'adz bin Jabal, dan yang paling paham terhadap ilmu Fara'idh adalah Zaid binTsabit. Ketahuilah bahwa setiap umat itu mempunyai orang yang terpercaya, dan orang terpercaya umat ini adalah Abu Ubaidah bin Al Jarrah." Telah menceritakan kepada kami (Ali bin Muhammad) berkata, telah menceritakan kepada kami (Waki') dari (Sufyan) dari (Khalid Al Hadzdza) dari (Abu Qilabah) seperti hadits di atas. Hanya saja Ibnu Qudamah menyebutkan; "bahwa Zaid adalah yang paling tahu terhadap ilmu fara'idh." (HR. Ibnu Majah)Nabi Muhammad SAW adalah guru terbaik karena menjadi contoh teladan dari ajarannya. Setiap ucapannya dibuktikan dengan perbuatannya. Beliau mengajarkan sholat dan membuktikannya dengan sholat yang membuat kakinya bengkak karena terlalu lama berdiri. Beliau mengajarkan infaq dan membuktikannya dengan mengalahkan semua muridnya dalam semangat berinfaq. Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya telah ada bagimu pada diri Rasulullah itu teladan yang sangat baik bagi siapa saja yang mengharap kepada Allah dan Hari Akhir dan yang sering mengingat Allah. (QS Al-Ahzab ayat 21)Salah seorang guru fisika terkemuka di Indonesia, Yohanes Surya, berkata, "Carikan saya anak yang dianggap paling bodoh, akan saya latih." Beliau berhasil membuktikan bahwa anak-anak yang dianggap paling bodoh dan berkali-kali tidak naik kelas berhasil menjadi juara dunia. Beliau membuktikan bahwa semua murid akan cerdas jika mendapat guru yang baik.
Wallahu a'lam bishshowab
Posting Komentar