Teman penulis menceritakan kenangannya saat sekolah. Waktu itu kelas ribut karena anak-anak banyak yang berbicara dengan teman sebangku di sebelahnya. Merasa tidak diperhatikan, guru yang mengajar jengkel. Gebrakannya membuat seisi kelas terdiam.
Dengan marah guru bertanya kepada salah satu anak, tentang apa yang sedang sedang guru bahas terakhir. Anak tersebut tidak bisa menjawab karena saat itu ia sedang asyik ngobrol. Guru bertanya lagi kepada anak-anak yang lain, mereka juga tidak bisa menjawab.
Guru lalu bertanya kepada seluruh anak siapa yang bisa menjawab. Kelas hening, tidak ada yang menjawab. Tiba-tiba teman penulis yang duduk di pojok paling belakang mengangkat tangan dan menjawab dengan benar apa yang sedang dibahas guru. Ia mengikuti pelajaran sehingga tahu apa yang sedang dibahas gurunya saat itu.
Setelah mendengar jawaban teman penulis, guru menghukum semua siswa di kelas kecuali teman penulis. Tidak ada lagi alasan, teman penulis yang berada di ujung kelas menjadi saksi bahwa ia bisa mendengar apa yang diajarkan guru.
Di pengadilan akhirat, banyak saksi yang memberikan kesaksian. Pengadilan akhirat akan menghadirkan malaikat-malaikat sebagai saksi. Rekaman kehidupan pun akan diputar kembali. Para korban yang terdzhalimi juga akan menjadi saksi atas kejahatan yang mereka terima. Anggota tubuh antara lain tangan dan kaki memberikan kesaksian apa yang telah dilakukannya.
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. (QS. Yasin ayat 65)
Bukan hanya anggota tubuh, bumi yang menjadi tempat kejadian akan bersaksi. Ia akan menceritakan apa yang terjadi sebagaimana tercantum di dalam Al-Quran:
Pada hari itu bumi menceritakan beritanya (QS. Az Zalzalah ayat 4)
Nabi Muhammad SAW bersabda tentang ayat ini:
Sesungguhnya yang diberitakan oleh bumi adalah bumi jadi saksi terhadap semua perbuatan manusia, baik laki-laki maupun perempuan yang telah mereka perbuat di muka bumi. Bumi itu akan berkata, “Manusia telah berbuat begini dan begitu, pada hari ini dan hari itu.” Inilah yang diberitakan oleh bumi. (HR. Tirmidzi)
Saat diberi kesempatan untuk membela diri di pengadilan akhirat, manusia akan memberikan alasan-alasan yang membenarkan perbuatannya. Para malaikat memang tidak bisa mengukur keikhlasan karena itu adalah rahasia Allah SWT. Namun, alasan yang dibuat-buat tersebut akan terbongkar setelah Allah SWT memberikan kesaksian.
Di dalam hadits yang panjang yang diriwayatkan Imam muslim diceritakan tiga orang yang pertama kali dimasukan ke dalam neraka. Mereka adalah orang yang mati syahid, mengajarkan AlQuran dan bersedekah. Mereka menyatakan melakukannya ikhlas karena Allah SWT. Ternyata Allah SWT membantah pengakuan mereka. Mereka sebenarnya melakukannya untuk kepentingan diri sendiri, bukan karena Allah SWT.
Orang yang mati syahid berkata,” Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.” Allah SWT yang mengetahui isi hatinya berkata,” 'Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan sebagai seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).”
Orang yang alim terhadap Al-Quran berkata, ”Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca al-Quran hanyalah karena engkau.” Allah SWT menjawab,”Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang alim (yang berilmu) dan engkau membaca al-Quran supaya dikatakan seorang qari' (pembaca al-Qur-an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).”
Orang yang bersedekah berkata, “Aku tidak pernah meninggalkan sedekah dan infak pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.” Allah berfirman, “Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).”
Orang-orang munafik adalah kaum yang paling banyak membuat alasan-alasan untuk menutupi apa yang ada di dalam hatinya. Mereka merasa telah berhasil menipu, kelak di pengadilan akhirat mereka merasakan betapa sakitnya perasaan mereka ketika semuanya dibongkar Allah SWT.
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (QS. An-Nisa ayat 142)
Karakter manusia yang suka membantah tercantum di dalam Al-Quran.
Dan sesungguhnya Kami telah menjelaskan berulang-ulang kepada manusia dalam Al-Qur’an ini dengan bermacam-macam perumpamaan. Tetapi manusia adalah memang yang paling banyak membantah. (QS. Al-Kahfi ayat 54)
Manusia mencari alasan bahwa situasi dan kondisi yang ada membuat ia tidak mampu melaksanakan perintah Allah SWT. Padahal kondisi yang dikeluhkan masih berada dalam kondisi yang bisa diupayakan. Bukan kondisi darurat yang membuat gugurnya kewajiban. Al-Quran memberikan kisah-kisah manusia yang menghadapi kondisi yang lebih sulit namun mereka tetap berusaha mengikuti perintah Allah SWT.
“Suami saya susah, jangankan menyuruh saya sholat, saya mau minta belikan mukena aja nggak dikasih. ” “Saya lebih repot, mau pakai jilbab nggak boleh sama suami saya.” Wanita yang menjadikan suami sebagai alasan untuk tidak taat kepada Allah SWT harus melihat Asiyah. Asiyah memiliki suami yang paling jahat di dunia. Firaun mengaku dirinya adalah Tuhan dan melarang Asiyah beriman kepada Tuhannya Nabi Musa. Asiyah mengalami ujian dan siksaan yang akhirnya membunuhnya. Namun Asiyah tetap berhasil menjadi wanita yang ketaatannya membuat namanya diabadikan di dalam AlQuran.
“Kamu enak punya suami ustadz, salah sedikit langsung diingatkan oleh suami kamu.” Mereka yang beralasan bahwa memiliki suami sholeh akan bisa otomatis menjadi sholehah, perlu mengambil pelajaran dari kisah istri Nabi Nuh dan Nabi Luth. Mereka memiliki suami Nabi yang selalu menasehati mereka. Kisah mereka yang diceritakan di dalam Al-Quran memberikan hikmah bahwa faktor ketidaktaatan kepada Allah SWT lebih banyak berasal dari diri sendiri, bukan karena tidak memiliki suami yang sholeh.
“Pekerjaan saya banyak, mana sempat saya beribadah? Saya khan pejabat, banyak urusan masyarakat yang harus saya selesaikan.” Itu adalalah alasan orang-orang yang mengaku sibuk dan tidak ada waktu untuk beribadah. Sesibuk-sibuknya seseorang, tentu lebih sibuk Nabi Sulaiman yang rakyatnya meliputi manusia, jin dan binatang. Nabi Sulaiman merupakan profil orang yang sangat sibuk dan bisa bekerja dengan baik. Terbukti di dalam Al-Quran Surah An-Naml, beliau bisa mengetahui bahwa burung hud hud yang kecil tidak hadir dalam rapat evaluasi. Namun, Nabi Sulaiman tetap mampu menjadi hamba yang taat menjalankan ibadah.
“Saya sih akan beribadah nanti kalau sudah tua. Mumpung masih muda, menikmati hidup dululah.” Apakah mereka tidak membaca surah Al-Kahfi yang menceritakan para pemuda yang beriman. Mereka menggunakan masa mudanya untuk taat kepada Allah SWT. Bagi mereka, ketika tuntutan iman membuat mereka harus kehilangan masa muda, itu tidak menjadi masalah. Surah Al-Kahfi menceritakan perjalanan hidup mereka yang harus mengasingkan diri ke gua.
Setiap orang mempunyai masalah, namun masalah tidak boleh menjadi alasan meninggalkan ketaatan kepada Allah SWT. Kisah-kisah manusia terdahulu sudah sangat lengkap untuk dijadikan pedoman. Luqman mewakili budak yang mampu menjadi ayah yang baik. Nabi Ayub mewakili orang yang ditimpa musibah kehilangan harta, anak dan istrinya tetapi tetap taat beribadah. Semua masalah yang dihadapi manusia telah ada contoh yang telah menjalaninya. Mau pakai alasan apa lagi untuk membantahnya?
Orang yang tidak ingin melaksanakan perintah Allah SWT akan mencari seribu alasan yang dibuat-buat untuk menutupi ketidakinginannya. Sedangkan orang yang memiliki tekad akan berusaha menghilangkan seribu hambatan untuk dapat melakukannya. Daripada sibuk mencari alasan, lebih baik sibuk melakukan apa yang diperintahkan Allah SWT.
Wallahu a’lam bishshowab.
Posting Komentar