Agus melaporkan peristiwa pencurian televisi di rumahnya. Petugas yang berjaga kemudian mencatat laporan pencurian televisi tersebut. Petugas menanyakan beberapa hal. Salah satunya adalah pekerjaannya. Agus menjawab, ”Saya Pembantu Rektor.” Petugas berkata, ”Makanya Pak Agus, sebelum tidur di kunci dulu pintu dan jendelanya. Khan kasihan jadinya Pak Rektor tidak bisa nonton tivi.” Petugas mengira Agus adalah pembantu rumah tangga di rumah seorang rektor, padahal yang dimaksud Agus adalah jabatan Pembantu rektor yang di kampus negeri merupakan pejabat eselon.
Pekerjaan sebagai pembantu adalah pekerjaan yang biasa-biasa saja. Namun jika dikaitkan dengan hal yang tinggi maka statusnya menjadi ikut tinggi. Oleh karena posisi rektor adalah posisi yang tertinggi di kampus, maka posisi pembantu rektor menjadi posisi yang strategis di kampus.
Begitu juga dengan status sebagai hamba yang artinya budak. Posisi hamba adalah posisi yang paling rendah di dalam strata masyarakat. Berbeda dengan pembantu yang masih memiliki kebebasan serta mendapatkan hak untuk digaji, posisi hamba adalah posisi yang seluruh hidupnya dimiliki oleh tuannya. Harta dan jiwanya dimiliki oleh tuannya sehingga tuannya berhak untuk mengambil hartanya. Namun demikian status hamba ini akan menjadi naik sangat tinggi jika dinisbatkan dengan Allah SWT yang Maha Tinggi.
Hamba Allah dalam bahasa arab adalah Abdullah. Abdullah adalah kedudukan manusia yang paling tinggi. Abdullah adalah abdi yang mengakui bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang memiliki dirinya secara keseluruhan. Dia meyakini bahwa dirinya secara keseluruhan adalah milik Allah SWT dan akan kembali kepada Allah SWT.
Allah SWT adalah yang Maha Tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dariNya. Setiap muslim bercita-cita agar diakui menjadi hamba Allah SWT. Adalah suatu kebahagiaan bagi seorang muslim jika diakui sebagai
hambaNya. Dengan menjadi hambaNya maka statusnya menjadi tinggi. Tidak ada manusia yang lebih tinggi darinya. Allah SWT berfirman:
"Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Al Imron ayat 139)"Sudah menjadi karakter manusia untuk mencari tuhan. Manusia mencari tuhan untuk disembah. Selain untuk disembah, manusia juga membutuhkan tempat bergantung yang diharapkan dapat memberikan pertolongan dan kesejahteraan. Ketika manusia dalam keadaan terdesak dan berputus asa maka manusia pasti akan menyeru tuhan. Ketika tidak ada lagi manusia lain yang mampu menolongnya maka dia akan menatap langit dan berdoa kepada tuhannya. Allah SWT berfirman dalam Al Quran:
"Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan Kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih. (QS. Al Isra' ayat 67)"Tradisi memberikan sesajen kepada laut, gunung atau pohon besar adalah bukti bahwa manusia membutuhkan sesuatu yang tinggi dan memiliki kekuasaan. Jika ia menemukan Tuhan yang lebih kuat dan lebih tinggi, maka ia akan beralih menuju tuhan yang lebih tinggi. Seseorang yang sedang bersengketa akan membawa lawan sengketanya ke pengadilan untuk menghadap hakim demi mendapatkan keadilan. Jika ia merasa bahwa hakim tersebut tidak berlaku adil maka ia akan mencari hakim yang lebih tinggi untuk menuntut keadilan. Namun jika di hakim di pengadilan tinggi juga tidak mendapatkan keadilan ia akan mengajukan perkara tersebut di Mahkamah Agung untuk menuntut haknya.
Semua mencari yang tertinggi karena semakin tinggi tingkatannya maka kekuasaannya akan semakin besar. Mencari Tuhan yang paling tinggi juga dilakukan oleh Nabi Ibrahim ketika dia belum diangkat menjadi nabi. Nabi Ibrahim merasa heran dengan prilaku kaumnya yang menyembah patung berhala. Bukankah manusia lebih tinggi daripada patung. Mengapa manusia menyembah patung yang tidak mampu bergerak dan berpikir. Apalagi ayah Nabi Ibrahim, Azhar adalah pembuat dan penjual patung berhala.
Sungguh Nabi Ibrahim merasa lucu melihat masyarakat menyembah patung karena patung-patung tersebut dibuat oleh ayahnya. Ia melihat patung tersebut terbuat dari kayu yang tidak berguna dan merupakan benda mati. Daripada menyembah patung, seharusnya mereka menyembah Azhar, ayahnya, yang telah membuat patung-patung tersebut.
Ketika Nabi Ibrahim diminta ayahnya membantu menjual patung-patung berhala, Nabi Ibrahim merasa tidak suka. Sambil berjualan Nabi Ibrahim berkata kepada orang-orang yang lewat, “Ayo, siapa yang mau beli patung yang tidak berguna ini?”
Perjalanan Nabi Ibrahim mencari Tuhan yang paling tinggi diceritakan di dalam Al Quran sebagai berikut:
"Ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya, Azhar, “Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan.” Demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin. Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata “Inilah Tuhanku”, tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam.” Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah Tuhanku.” Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat.” Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar.” Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Aku hadapkan wajahku kepada yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. (QS. Al An’am ayat 74-79)"
Raja Namrudz dan rakyatnya memiliki kebiasaan pergi berburu binatang di hari perburuan. Nabi Ibrahim menyusun rencana yang akan ia laksanakan pada hari tersebut. Saat tiba harinya, Nabi Ibrahim mengaku sakit dan tidak ikut berburu.
Ketika raja Namrudz dan rakyatnya pergi berburu, Nabi Ibrahim menjalankan rencananya untuk menyadarkan kaumnya bahwa patung berhala bukanlah tuhan yang tertinggi. Nabi Ibrahim menghancurkan patung-patung berhala dengan kapak dan menyisakan satu patung yang paling besar yang dianggap merupakan patung berhala yang paling hebat. Nabi Ibrahim meletakkan kapaknya di tangan patung berhala tersebut. Betapa marahnya raja Namrudz dan kaumnya melihat sesembahan mereka hancur. Mereka menuduh Nabi Ibrahim yang sering mencela patung berhala dan tidak tampak dalam acara berburu yang menghancurkannya. Nabi Ibrahim mengelak dan menuduh bahwa patung berhala yang paling besarlah yang telah menghancurkan patung-patung berhala kecil karena ia ingin menjadi tuhan yang paling berkuasa.
Kaumnya menolak hujah Nabi Ibrahim dan mengatakan bahwa tidak mungkin patung berhala yang paling besar melakukannya karena patung tersebut tidak bisa menghancurkan patung-patung lainnya. Mendengar perkataan tersebut Nabi Ibrahim kemudian mengatakan bahwa jika memang patung berhala yang paling besar itu tidak mampu untuk menghancurkan patung kecil kenapa mereka harus takut kepadanya? Jika benar patung berhala yang paling besar saja tidak memiliki kekuasaan, untuk apa mereka menyembahnya?
Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa. Artinya adalah tidak ada tuhan lain selain Allah SWT yang memiliki kekuasaan yang sama denganNya. Menjadi satu-satunya yang paling tinggi. Pernyataan tidak ada yang setara dengan Allah SWT diwujudkan dalam kalimat tauhid, Laa ilaha illallah yang artinya Tidak ada Tuhan selain Allah. Dan Allah SWT membantah adanya Tuhan lain yang bersekutu serta memiliki kedudukan yang sama denganNya. Jika ada beberapa tuhan, maka tentu tuhan-tuhan tersebut akan mencari tuhan yang tertinggi. Di dalam Al Quran Allah SWT berfirman:
"Katakanlah: "Jika ada tuhan-tuhan di samping-Nya, sebagaimana yang mereka katakan, niscaya tuhan-tuhan itu mencari jalan kepada Tuhan yang mempunyai Arsy". Maha Suci dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang sebesar-besarnya." (QS. Al Isra ayat 42-43)"Wallahu a’lam bisshowab.
Posting Komentar