Seorang pengusaha bekerja keras setiap hari. Agar mudah mencapai kantornya yang berada di pusat kota, ia tinggal di apartemen dengan kamar yang sempit. Di hari minggu pengusaha ini beristirahat di vila miliknya yang berada di kaki gunung yang indah. Seorang penjaga vila, pekerja dari pengusaha di atas, bersantai-santai setiap hari. Asyik berenang, menonton TV, tidur di kamar yang luas ber AC, dan menikmati bunga-bunga di taman vila. la hanya bekerja melayani tuannya, pemilik vila, di hari minggu saja.
Sungguh ironis, pemilik vila bekerja keras, sedangkan pembantunya, penunggu vila bersantai-santai. Kondisi ini bisa difahami dari penjelasan Nabi Muhammad SAW di dalam hadits berikut:
"Hamba berkata, "Harta-hartaku." Sesungguhnya hartanya itu hanyalah tiga: yang ia makan dan akan habis, yang ia pakai dan akan rusak, yang ia berikan (infakkan) yang sebenarnya harta yang ia kumpulkan. Harta selain itu akan sirna dan diberikan pada orang-orang yang ia tinggalkan." (HR. Muslim)"
Hadits tersebut menjelaskan bahwa harta seseorang bukanlah sesuatu yang secara de jure dimiliki, tetapi adalah sesuatu yang secara de facto dinikmati. Walaupun rumah secara hukum dimiliki oleh seseorang, tetapi jika tidak ditinggali dan dinikmati, sesungguhnya itu bukanlah rezekinya. Seseorang yang memiliki seratus rumah, tetapi hanya tinggal di satu rumah saja, maka rezekinya hanyalah satu rumah, sedangkan sembilan puluh sembilan rumah yang tidak ia nikmati bukanlah rezekinya.
Dari kisah fiksi yang diceritakan di awal, dapat difahami bahwa sesungguhnya rezeki dari penunggu vila ditakdirkan lebih banyak daripada pemilik vila. la diberikan rezeki tinggal di vila yang luas di daerah pegunungan yang sejuk, sedangkan tuannya hanya diberikan rezeki tinggal di kamar apartemen yang sempit di tengah kota yang panas.
Begitu juga dengan makanan. Makanan yang sangat banyak bukanlah rezeki jika tidak dimakan. Jika di meja makan tersedia berpiring-piring makanan. Tetapi yang dimakan hanya satu piring saja, maka rezekinya hanyalah satu piring saja. Di dalam sejarah, raja Persia memiliki tukang masak istana sebanyak delapan ratus orang. Seluruh tukang masak ini setiap hari memasak berbagai macam makanan untuk hidangan raja. Tetapi rezeki raja terbatas hanya sepiring atau dua piring saja. Sisa makanan yang lain tentulah menjadi rezeki dari para tukang masak istana dan keluarganya.
Ada anekdot bahwa kekayaan seseorang dapat diketahui dari jenis penyakitnya. Penyakit orang kaya berbeda dengan penyakit orang miskin. lni memudahkan dokter memberikan tarif yang berbeda kepada pasien tergantung dari penyakitnya. Orang kaya cenderung berlebih-lebihan dalam hal makan sedangkan orang miskin cenderung kekurangan makanan.
Jika pasien menderita obesitas, asam urat, kolestrol, diabetes, hipertensi, jantung, dan kanker maka kemungkinan besar pasien tersebut adalah orang kaya. Penyakit-penyakit tersebut muncul disebabkan karena berlebih-lebihan dalam makanan. Obesitas disebabkan terlalu banyak makanan yang mengandung karbohidrat dan lemak. Diabetes karena terlalu banyak makan yang mengandung gula. Hipertensi karena terlalu banyak makan garam.
Sebaliknya pasien yang menderita anemia (kurang zat besi), osteoporosis (kurang zat kapur), kwashiorkor (kurang protein), gondok (kurang iodium) dan lain-lain maka kemungkinan adalah orang miskin.
Penyakit kekurangan gizi bisa disebabkan karena kurangnya pemahaman tentang cara mengolah makanan dan menyusun menu yang seimbang. Namun, umumnya penyakit kurang gizi disebabkan karena ketidakmampuan dalam membeli makanan. Solusi atas ketidakmampuan ini adalah si kaya harus membagi makanan yang ia miliki untuk diberikan kepada si miskin.
Dengan berbagi makanan maka si kaya akan terhindar dan penyakit-penyakit karena berlebihan dalam hal makanan. Si miskin juga akan terhindar dari penyakit-penyakit kekurangan gizi. Ini salah satu contoh dari keberkahan makanan. Makanan yang berkah memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh, bukan menyebabkan penyakit.
Rezeki yang terbatas dalam hal makanan walaupun memiliki kekayaan juga dihadapi oleh orang-orang yang mengalami penyakit tertentu. Saat penulis masih kecil, ayah penulis bercerita bahwa ada pelukis yang sangat kaya. Hasil karya lukisannya dibeli oleh para kolektor lukisan dengan harga mahal. Namun karena penyakit yang dideritanya, setiap hari ia hanya makan tempe yang dibakar tanpa diberi garam. Kaya raya namun rezekinya kalah dibandingkan buruh bangunan yang setiap hari menikmati tempe atau telur yang terasa gurih karena diberi garam.
Batasan rezeki selain dibatasi dari kemampuan untuk menikmati rezeki juga disebabkan oleh batasan umur. Ketika seseorang memiliki kekayaan yang banyak, namun jatah rezekinya sudah habis di dunia, maka ajalnya akan tiba. Rezeki, jodoh, dan ajal adalah ketetapan Allah SWT sebagaimana di sebutkan dalam hadits nabi.
Contohnya adalah Donal Louis, seorang tukang kayu di Amerika yang memenangkan undian lotre. Hadiah yang ia terima senilai US$ 1,24 juta atau sekitar 16,6 miliar rupiah. Namun seminggu kemudian ia meninggal karena kanker. Kekayaan yang ia miliki tidak bisa dinikmati semuanya karena jatah rezekinya sudah habis di dunia.
Ada lagi cerita Jirawut Pongphan, warga Thailand yang memiliki tujuh tiket lotre yang semuanya mendapatkan hadiah. Secara total, Pongphan memenangkan empat puluh dua juta baht atau sekitar 17,7 miliar rupiah. Dia lantas mengundang teman dan keluarga ke rumahnya untuk minum-minum merayakan kemenangannya. Namun kegembiraannya ini hanya sesaat, karena saat terbangun keesokan hari, Pongphan kehilangan tiket lotre keberuntungannya. Dia sama sekali tidak bisa menemukannya. Akibat depresi dia buruh diri dengan menggunakan pistol
Jika rezeki dibatasi oleh ajal, lalu buat apa bekerja untuk mengumpulkan harta? Manusia tetap harus bekerja karena bekerja adalah perintah Allah SWT. Di dalam sebuah hadits disebutkan bahwa lelahnya bekerja mencari nafkah akan menghapuskan dosa-dosa. Tentu saja pekerjaan yang dilakukan haruslah pekerjaan yang halal. Selain itu Allah merahasiakan jumlah umur dan rezeki agar manusia tetap berkarya. Sungguh naif jika ada orang yang malas bekerja dengan alasan takut ajalnya sudah dekat.
Mencari kekayaan juga harus dilakukan agar bisa beribadah dengan balk. Banyak sekali ibadah yang membutuhkan dukungan dari harta. Untuk melaksanakan ibadah yang wajib yang tercantum dalam rukun Islam saja dibutuhkan dana yang besar. Untuk Sholat yang sempuma membutuhkan pakaian yang bersih, parfum, dan masjid. Puasa membutuhkan makanan yang bergizi agar mampu menahan lapar. Zakat membutuhkan kekayaan yang melebihi nishab untuk dapat dikategorikan sebagai ibadah zakat. Jika kekayaannya belum mencapai nishab maka seseorang dikategorikan mustahiq sehingga yang ia sumbangkan adalah infak bukan zakat.
Demikian juga dengan haji yang membutuhkan biaya transportasi dan akomodasi. Itu baru dana melaksanakan rukun Islam, bagaimana dengan perintah menyantuni anak yatim dan janda, menyambung silaturahim dan lain-lain.
Rezeki terbagi dua. Yaitu rezeki yang dinikmati di dunia, dan yang diinvestasikan untuk akhirat. Rezeki yang diinvestasikan adalah harta yang ia bagikan kepada orang lain berupa zakat, infak, sedekah, wakaf, hibah, dan lain-lain. Tidak masalah bagi seseorang untuk memilih apakah menghabiskan hartanya di dunia atau ia simpan di akhirat.
Namun, sungguh beruntung bagi orang-orang yang memilih menikmati hartanya di akhirat karena Allah SWT melipatgandakannya sebagaimana yang disebutkan dalam Al Quran dan hadits. Antara lain adalah ayat yang disebutkan dalam Al Quran:
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah ayat 261)"
Segala sesuatu yang berada di surga bersifat lebih baik dan kekal. Menginvestasikan harta untuk dinikmati di surga adalah pilihan yang bijak dan cerdas. Jika tidak sanggup berinvestasi yang banyak, minimal berinvestasi yang wajib dengan membayar zakat.
Wallahu a’lam bisshowab.
Posting Komentar