Salah satu konten yang diupload di youtube adalah wawancara tentang Nabi Muhammad SAW. Pertanyaan yang diajukan antara lain, "Jika kamu bertemu Rasulullah SAW, apa yang ingin kamu katakan?" Pewawancara dengan pintar menggiring mereka untuk membayangkan bagaimana jika mereka bertemu Nabi Muhammad SAW.
Setelah membayangkan, beberapa di antara mereka wajahnya berubah. Mata berkaca-kaca. Mereka seperti anak kecil yang rindu kepada ibu tiba-tiba bertemu dengan ibunya. Mengadu dan menangis karena bertemu dengan orang yang selama ini mencintai dan melindunginya.
Ada yang sampai shock sehingga tidak sanggup menjawab pertanyaan pewawancara. Ia terkejut membayangkan seandainya Nabi Muhammad SAW ada di hadapannya. Ia merasa selama ini begitu jauh dengan sosok yang seharusnya ia cintai. Tak mampu menahan gejolak di dada, ia meninggalkan pewawancara dengan air mata berlinang.
Seorang muslim pasti mengagungkan nama Muhammad SAW. Sejak kecil mereka telah mendengar kebesaran namanya. Mengetahui perjuangannya dalam membebaskan umatnya dari kegelapan kebodohan kepada cahaya Islam.
Seorang muslim juga mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW sangat mencintai umatnya. Beliau tidak menggunakan doa mustajab yang merupakan hak para Nabi. Beliau menahan doanya untuk digunakan sebagai syafaat agar dapat menyelamatkan umatnya di akhirat.
Seorang muslim juga mengetahui bahwa di hari kiamat semua orang saling menuntut. Menuntut sahabat, saudara, anak, bahkan orang tuanya untuk selamat di pengadilan akhirat. Mereka sibuk menyelamatkan diri, tetapi saat itu Nabi Muhammad SAW sibuk membela mereka.
Seorang muslim juga mengetahui adanya fase mengerikan di akhirat saat melewati jembatan shirot. Banyak yang terkena pengait besi dan terjatuh ke neraka jahanam. Di saat itu Nabi Muhammad SAW terus berdoa, "Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah.”
Seorang muslim pasti mencintai dan merindukan Nabi Muhammad SAW. Dalam sehari beberapa kali ia menyebut nama Nabi Muhammad SAW. Setiap kali duduk tahyat dalam sholat, ia mengucapkan syahadat dan melantunkan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Meskipun mengetahui keagungan Nabi Muhammad SAW, tidak semua muslim merasakan kedekatan secara pribadi dengan Nabi Muhammad SAW. Mereka merasakan jarak yang jauh. Rentang masa kehidupan terpisah selama seribu empat ratus tahun. Mereka merasa bukan siapa-siapanya Nabi Muhammad SAW.
Hilangnya kedekatan ini karena mereka tidak berusaha merenungi dan merasakan hubungan dengan Nabi Muhammad SAW. Wawancara di atas telah memaksa orang-orang membayangkan dan merasakan seandainya mereka berada di dekat Nabi Muhammad SAW. Di saat mereka merenungi nya, mereka merasakan kedekatan secara ruhani.
Ibadah bentuknya bermacam-macam. Ada ibadah yang melibatkan otak untuk berpikir, ada juga yang melibatkan hati untuk merasakan. Ibadah yang melibatkan otak contohnya adalah belajar ilmu fikih, tafakur alam, atau memahami tafsir Al-Quran. Ibadah yang berupa proses berpikir ini ujungnya adalah ilmu pengetahuan yang membuat keyakinan terhadap agamanya bertambah.
Ibadah yang lebih banyak melibatkan perasaan antara lain adalah berdzikir, sholat, dan bersholawat. Saat sholat, ketika imam membaca ayat-ayat Al-Quran, memang melibatkan pikiran untuk mentadaburi ayat-ayat. Namun, secara umum, yang paling berperan saat sholat adalah hati yang merasakan adanya Allah SWT di hadapannya.
Sholat yang lebih fokus memikirkan arti bacaan sholat akan mengurangi kekhusyukan. Namun, itu lebih baik daripada sholat yang tidak menyertakan pikiran dan perasaan sama sekali. Konsep menggunakan hati untuk ibadah-ibadah yang sifatnya berinteraksi dengan Allah SWT dan RasulNya tergambar dalam hadits:
"... Orang itu berkata lagi, “Beritahukan kepadaku tentang Ihsan.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu.”... (HR. Muslim)"
Merasakan seakan-akan melihat Allah SWT tentu bukan berarti membayangkan Allah SWT. Karena Allah SWT tidak boleh dibayangkan atau dipikirkan. Otak manusia tidak akan sanggup memikirkan Allah SWT.
Ketika manusia berusaha memikirkan Allah SWT, maka otaknya akan menyerah. Akhirnya ia akan ragu-ragu dengan keberadaan Allah SWT. Otaknya akan mengatakan bahwa tidak mungkin ada Dzat yang sangat Maha luar biasa itu. Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah dan janganlah kamu berfikir tentang Dzat Allah (HR. Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas)"
Jika di dalam ibadah tidak mampu merasakan seakan-akan melihat Allah SWT, maka level di bawahnya adalah merasakan bahwa Allah SWT melihatnya. Allah SWT berfirman:
"Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-An’am ayat 103)"
Sebagaimana sholat yang merupakan amalan yang lebih merupakan aktivitas hati, dzikir dan sholawat juga merupakan ibadah yang fokus kepada hati. Saat orang berdzikir mengucapkan “Allahu Akbar”, maka yang ia rasakan adalah dirinya yang kecil, dan segala permasalahan di dunia ini adalah kecil. Ia berusaha merasakan kebesaran Allah SWT dan menjadikan Allah SWT hal yang paling besar dalam hidupnya.
Jika berdzikir mengucapkan takbir disibukkan dengan berpikir, maka tidak akan muncul getaran-getaran di hati yang merupakan efek dari dzikir. Akal sibuk berpikir sehingga hati tidak fokus merasakan kebesaran Allah SWT. Meskipun lintasan-lintasan pikiran tetap tidak bisa dihindarkan, berdzikir seharusnya merupakan latihan hati agar tidak lalai kepada Allah SWT.
Cinta dan rindu kepada Nabi Muhammad SAW dapat diraih dengan menggunakan akal dan hati. Menggunakan akal dengan cara mempelajari sejarah kehidupannya. Memikirkan setiap jejak perbuatan Nabi dan mencari hikmah kenapa Beliau melakukannya. Mempelajari kehidupan Nabi akan memberikan ilmu pengetahuan serta mendapatkan mutiara-mutiara keindahan Nabi Muhammad SAW. Ucapan-ucapan Nabi Muhammad SAW yang dalam dan penuh makna akan menimbulkan kekaguman bagi orang yang memikirkannya.
Meraih cinta dan rindu kepada Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan perasaan bisa dilakukan dengan mengucapkan salam dan sholawat kepadanya. Dalam hal ini tentu saja fokusnya adalah hati. Mengucapkan salam dan sholawat dengan membuka hati serta merasakan Nabi Muhammad SAW mendengar dan membalas cintanya.
Lintasan perasaan dan lintasan pikiran bisa saling bermunculan tanpa dapat dikendalikan. Adakalanya seseorang yang sedang fokus berpikir mempelajari hadits-hadits Nabi, seketika muncul perasaan rindu. Ada orang yang tiba-tiba ingin makan buah tertentu karena mengetahui ternyata Nabi Muhammad SAW menyukai buah tersebut.
Mempelajari sejarah Nabi Muhammad SAW akan lebih terasa jika menyertakan perasaan. Memahami cerita sambil merasakan suasana hati Nabi serta para sahabat yang menyertainya. Itulah sebabnya kenapa banyak ustadz yang menangis saat menceritakan sejarah Nabi. Peristiwa tersebut tampak nyata di hadapannya. Ia merasakan kepedihan yang dirasakan oleh Nabi dan para sahabat.
Saat Nabi berdakwah ke Thaif, para pemimpin Thaif menyatakan penolakannya. Mereka juga menghina-hina Nabi. Selain menolak, ternyata para pemimpin Thaif juga telah menyiapkan beberapa orang yang akan melempari Nabi ketika pulang.
Nabi Muhammad SAW bersama Zaid bin Haritsah berlari menghindari batu-batu yang dilempar orang-orang Thaif. Nabi bersembunyi di kebun anggur. Sambil menahan perih luka akibat lemparan batu, Nabi mendoakan kebaikan untuk orang-orang Thaif. Beliau menolak tawaran malaikat untuk menghukum warga Thaif. Siapakah yang mampu menahan air mata jika ia bisa merasakan kepedihan hati Nabi saat itu?
Wallahu a’lam bishshowab.
Posting Komentar