Kakak beradik yang sering berkelahi, sering diumpamakan seperti “anjing dengan kucing”. Perumpamaan ini muncul karena anjing dan kucing dikenal sebagai binatang yang tidak pernah akur. Secara turun-temurun mereka selalu berkelahi. Entah masalah besar apa yang terjadi di antara nenek moyang mereka.
Banyak teori yang menjelaskan kenapa Anjing selalu bermusuhan dengan kucing. Di antaranya adalah bahwa bahasa anjing bertolak belakang dengan bahasa kucing. Jika anjing menggerak-gerakan ekornya, itu artinya ia sedang senang dan ingin bermain. Dalam bahasa kucing, menggerak-gerakan ekor artinya sedang kesal dan ingin berkelahi.
Ketika seekor anjing mendatangi kucing dengan menggerak-gerakan ekornya, kucing akan bersikap waspada. Ia ikut menggerakkan ekornya, menunjukkan ia tidak ingin didekati. Melihat kucing menggerakan ekornya, anjing yang mengira kucing ingin bermain, semakin mendekat dengan terus mengibas-ngibaskan ekornya.
Melihat anjing terus mendatanginya padahal kucing telah memberikan isyarat ia sedang kesal dan tidak ingin didekati, kucing otomatis mengaum. Respon yang di luar dugaan ini tentu mengejutkan anjing. Ia pun membalas menyalak dan episode selanjutnya sudah bisa ditebak.
Teori bahwa penyebab perkelahian anjing dan kucing disebabkan karena bahasa mereka bertolak belakang tentu tidak dapat dikonfirmasi. Manusia tidak mengerti bahasa kucing dan anjing. Sepertinya kucing memang binatang yang suka berkelahi. Di blok tempat tinggal penulis, mereka sering berkelahi. Jangankan dengan anjing, masalah sesama kucing saja sepertinya tidak bisa diselesaikan.
Yang jelas penyebab ketidakakuran mereka disebabkan karena saling buruk sangka. Buruk sangka adalah penyebab tidak mesranya hubungan. Masalah kecil akan menjadi besar dengan buruk sangka. Sebaliknya, sebesar apapun masalah, jika didasari dengan baik sangka akan lebih mudah diselesaikan.
Mengapa Harus Berbaik Sangka kepada Allah SWT ?
Buruk sangka selalu memicu sengketa. Bahkan di lembaga sosial yang di dalamnya tidak ada unsur kepentingan ekonomi, buruk sangka selalu menimbulkan perpecahan. Allah SWT berfirman:
"Wahai, orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka. Sesungguhnya, sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada sebagian kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan, bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat Lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat ayat 12)"
Di dalam ayat di atas, disebutkan bahwa “sebagian prasangka” itu dosa. Artinya ada prasangka-prasangka yang diperbolehkan jika tidak berlebihan dan didukung dengan data yang kuat. Polisi, penyidik, pengacara, dan petugas yang menyelidiki kasus, mereka harus memiliki persangkaan yang akan diuji untuk mewujudkan keadilan. Mereka harus membuktikan hal-hal yang dituduhkan kepada tersangka.
Sebagian buruk sangka kepada manusia diperbolehkan untuk kewaspadaan. Namun, kepada Allah SWT tidak boleh ada buruk sangka sama sekali. Setiap manusia memiliki potensi melakukan kesalahan, sedangkan Allah SWT Maha Adil dan Maha Bijaksana sehingga tidak mungkin melakukan kesalahan.
Ketika Hajar dan anaknya yang masih bayi ditaruh di padang pasir yang tandus oleh Nabi Ibrahim, ia menanyakan apakah itu adalah perintah Allah SWT. Jika itu adalah keputusan Nabi Ibrahim, ia akan mempertanyakan alasannya. Namun, karena itu adalah keputusan Allah SWT, tanpa buruk sangka ia akan menerimanya dengan taat.
Jangan Pernah Berburuk Sangka kepada Allah SWT
Karakter orang yang berbaik sangka kepada Allah SWT adalah menerima semua aturanNya. Mereka berkata, sami’na wa atho’na (kami dengar dan kami taat). Mereka yakin jika aturan dibuat oleh Allah SWT maka aturan tersebut mutlak kebenarannya. Mereka menyadari bahwa pengetahuan mereka terbatas sedangkan ilmu Allah tidak berbatas. IlmuNya melingkupi segalanya bahkan melewati ruang dan waktu.
Berbaik sangka adalah awal dari kemesraan dan buruk sangka adalah awal dari konflik. Oleh karena itu, berburuk sangka kepada Allah SWT merupakan kesalahan yang fatal. Manusia boleh berkonflik dengan manusia lain. Namun, memiliki konflik dengan Allah SWT adalah masalah yang besar. Lebih besar daripada istilah “Kelar hidup lu”. Meskipun kehilangan hidup, masalah tidak akan hilang jika konflik kepada Allah SWT.
Berburuk sangka kepada Allah SWT dapat berupa tidak meyakini adanya Allah SWT. Mereka tidak percaya akan adanya Tuhan (atheis). Buruk sangka juga dapat berupa menduga terhadap Allah SWT dengan dugaan yang tidak layak atas kebesaranNya.
Ada yang berburuk sangka mengira bahwa Allah SWT membutuhkan ibadah mereka. Padahal Allah SWT berfirman yang disampaikan Nabi Muhammad SAW di dalam hadits qudsi:
"Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari awal penciptaan sampai akhir penciptaan. Seluruhnya menjadi orang yang paling bertaqwa, hal itu sedikitpun tidak menambah kekuasaan-Ku. Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari awal penciptaan sampai akhir penciptaan. Seluruhnya menjadi orang yang paling bermaksiat, hal itu sedikitpun tidak mengurangi kekuasaan-Ku (HR. Muslim)"
Ada juga yang berburuk sangka dan merasa bahwa ia masuk surga karena ibadah-ibadahnya dan bukan karena rahmat Allah SWT. Padahal ibadah yang ia lakukan seumur hidup tidak akan mampu membayar nikmat yang telah ia terima. Meskipun untuk membayar nikmat satu butir mata. Bahkan semua ibadah yang ia lakukan, itu dapat terlaksana karena fasilitas-fasilitas yang telah Allah SWT berikan. Jika bukan karena adanya nikmat Allah SWT berupa kesempatan dan kesehatan, ia tidak akan mampu beribadah.
Seseorang yang berbaik sangka kepada Allah SWT sangat mengharapkan rahmat Allah SWT. Ia sadar ibadah yang ia lakukan tidak sempurna dan banyak cacatnya. Namun, dengan baik sangka ia meyakini, meskipun ibadahnya tidak sempurna, jika Allah SWT memberikan rahmatNya, itu sudah cukup untuk memasukkannya ke surga. Surga yang kenikmatannya tidak akan terbayar dengan dengan usahanya.
Orang yang mengira bahwa Allah SWT tidak akan mungkin mengampuninya juga telah berburuk sangka. Ia berputus asa karena merasa dosanya begitu banyak. Padahal meskipun dosanya sebanyak buih di lautan, jika ia mau meminta ampun kepada Allah SWT, maka Allah SWT bisa menghapuskan dosanya. Ia berburuk sangka bahwa dosanya tidak bisa mengampuninya. Padahal Allah SWT adalah Maha Pengampun.
Orang yang berbaik sangka kepada Allah SWT tidak mengandalkan amal usaha dan ibadahnya dalam meraih ridho Allah SWT. Ia lebih mengandalkan kebaikan Allah SWT dari pada kekuatan amalnya. Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Tidaklah seseorang masuk surga dengan amalnya.” Ditanyakan, “Sekalipun engkau wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Sekalipun saya, hanya saja Allah telah memberikan rahmat kepadaku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah SWT akan memperlakukan hambaNya sesuai dengan persangkaan hamba tersebut. Meskipun amal seseorang sedikit, tetapi karena ia memiliki prasangka yang baik kepada Allah SWT, maka Allah SWT akan memberikannya sesuai dengan prasangkanya. Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Sesungguhnya Allah berkata, “Aku sesuai prasangka hambaku padaku. Jika prasangka itu baik, maka kebaikan baginya. Dan apabila prasangka itu buruk, maka keburukan baginya." (HR. Muslim)"
Prasangka yang baik menjadi hal yang sangat penting untuk membina hubungan yang baik dengan Allah SWT. Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Jangan pernah rela maut meregang nyawamu kecuali kau telah berbaik sangka kepada Allah ‘azza wa jalla, mengingat, ada satu kaum yang telah diluluhlantakkan-Nya karena prasangka buruk mereka kepada Tuhannya. Kemudian, nabi membacakan surah Fusshilat ayat 23 “Dan, itulah dugaanmu yang telah kamu sangkakan terhadap Tuhanmu, dugaan itu telah membinasakanmu, sehingga jadilah kamu termasuk orang yang rugi’.” (kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal)"
Wallahu a’lam bishshowab.
Posting Komentar