Salah seorang teman penulis pernah bercerita bahwa pada suatu hari keluarganya mengadakan acara di rumahnya. Ketika para tamu sudah pulang, dia baru menyadari bahwa ada barang miliknya yang hilang karena diambil oleh tamu yang datang. Dia mencurigai salah seorang tamu yang berdasarkan perhitungannya adalah tersangka yang paling punya kesempatan untuk melakukan pencurian.
Teman penulis menghubungi orang tersebut dan mengatakan bahwa kalau dia tidak mengembalikan barang miliknya, maka rekaman video CCTV yang ada di rumahnya akan dia sebarkan. Karena ketakutan maka orang tersebut mengembalikan barang curiannya. Pada kesempatan lain, pencuri tersebut bertanya kepada adik dari teman penulis untuk menanyakan benarkah di rumahnya ada CCTV? Ternyata dijawab oleh adiknya bahwa rumahnya tidak ada CCTV.
Dari cerita di atas menunjukkan bahwa manusia takut jika perbuatan buruknya diketahui oleh orang lain. Allah SWT adalah Al Bashir (Maha Melihat). Allah SWT menyaksikan semua perbuatan manusia. Jangankan ucapan, sedikit gerakan bibir atau kedipan mata kepada seseorang yang menjadi kode untuk menghina orang lainya juga diketahui oleh Allah SWT.
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang tersembunyi dalam dada. (QS. Ghafir ayat 19)”
Perbuatan manusia telah direkam oleh malaikat yang nanti akan diperlihatkan di pengadilan akhirat. Rekaman yang sangat jelas dan detil bukan hanya rekaman CCTV yang sangat terbatas kualitasnya. Allah SWT berfirman dalam Al Quran:
“(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS. Qaf ayat 18)”
Manusia mungkin telah melupakan apa yang di perbuat, tetapi ketika rekaman kehidupannya diputar kembali dia akan teringat semuanya.
“Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya (QS. An Naziat ayat 35) “
Catatan malaikat sangat lengkap. Semua peristiwa baik kecil maupun besar tercatat seluruhnya. Sampai-sampai di dalam Al Quran disampaikan bahwa manusia akan takjub dengan kelengkapan catatan tersebut:
“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorangpun" (Al Kahfi ayat 49)”
Jika seseorang malu keburukannya dilihat oleh keluarganya maka sesungguhnya di akhirat, perbuatannya akan dilihat bukan hanya oleh ayah, ibu, istri, anak, paman, bibi, dan saudaranya yang lain, tapi juga oleh seluruh manusia. Semua perbuatan zhalim yang tersembunyi di dunia akan diketahui dan manusia akan saling tuntut di pengadilan akhirat atas perbuatan zhalim tersebut.
Hari ini seseorang tidak mengetahui siapa yang telah memfitnah dirinya, siapa yang telah mencuri barangnya, atau siapa yang telah menghancurkan kariernya, tetapi di pengadilan akhirat dia akan tahu
pelakunya. Dan di saat itulah dia akan menuntut perbuatan zhalim tersebut untuk membalas rasa sakit yang dia terima di dunia.
Pengadilan akhirat berbeda dengan pengadilan dunia. Keadilan terkadang tidak berhasil didapatkan di pengadilan dunia. Keterbatasan bukti, atau ketidakjelian jaksa dan hakim bisa membuat putusan tidak ditetapkan dengan adil. Bahkan ada jaksa dan hakim yang menerima suap, sehingga putusan menjadi berat sebelah. Namun hal ini tidak akan terjadi di pengadilan akhirat, semua perkara akan terlihat jelas. Tidak ada malaikat yang bisa disuap untuk membela. Bahkan semua hakim yang saat ini memutuskan perkara juga akan diadili saat itu.
Kengerian pengadilan akhirat sangat luar biasa. Jangankan pengadilan akhirat, pengadilan dunia saja sudah cukup menakutkan. Jika seseorang diajukan ke pengadilan, dia akan gentar dan akan melakukan apapun untuk selamat dari tuntutan. Saking takutnya, terkadang pertanyaan jaksa yang sederhana saja tidak bisa dijawab karena bingung akibat ketakutan.
Jangankan proses pengadilan dunia yang berkaitan pidana, proses pemeriksaan pajak yang berkaitan administrasipun sudah membuat takut. Terkadang dijumpai Wajib Pajak yang sangat ketakutan karena telah melakukan manipulasi laporan pajak.
Penulis teringat seorang teman yang pernah memeriksa Wajib Pajak yang sangat ketakutan. Teman penulis berusaha menenangkan Wajib Pajak dengan berbasa-basi menanyakan kepada Wajib Pajak, “Dulu sekolah SMPnya di mana?” Wajib Pajak saking takutnya sampai lupa dimana dia sekolah. “Eh, di mana saya sekolahnya ya? Waduh Mbak lupa saya, lagi nggak bisa mikir saya Mbak.” Bisa dibayangkan betapa beratnya kelak ketika manusia harus menjawab pertanyaan-pertanyaan di pengadilan akhirat.
Ketika seseorang menuntut di akhirat, maka tuntutan yang dia ajukan bukanlah uang atau harta sebagai ganti rugi. Seseorang akan menuntut pahala agar dia bisa masuk ke dalam surga dan terbebas dari neraka. Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Tahukah kamu siapakah orang bangkrut itu?” Para Sahabat menjawab, “Orang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya uang dan barang.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya orang bangkrut di kalangan umatku, (yaitu) orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa dan zakat. Tetapi dia juga mencaci maki si ini, menuduh si itu, memakan harta orang ini, menumpahkan darah orang ini, dan memukul orang ini. Maka orang ini diberi sebagian kebaikankebaikannya, dan orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya. Jika kebaikan-kebaikannya telah habis sebelum diselesaikan kewajibannya, kesalahan-kesalahan mereka diambil lalu ditimpakan padanya, kemudian dia dilemparkan di dalam neraka.” (HR. Muslim)”
Saat di akhirat semua orang ketakutan. Surga dan neraka berada di hadapan mata. Untuk menyelamatkan diri, maka semua berusaha menuntut orang lain agar selamat dari neraka. Meminta pahala atau dipindahkan dosa kepada yang dituntut. Tidak perduli saudara, ibu, bapak atau anak istri, jika ada kesempatan, tuntutan akan diajukan untuk mendapatkan pahala. Di dalam Al Quran Allah SWT menceritakan kondisi ini:
“Pada hari itu manusia lari dari saudaranya, dan dari ibu dan bapaknya, dan dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya. (QS. Abasa ayat 34-37)”
Jika ayah atau ibu sedang sakit maka anak akan rela untuk bergadang menjaga dan melayaninya. Jika anak sedang dalam keadaan terancam maka ibu akan rela untuk membela bahkan memberikan nyawanya untuk menyelamatkan anaknya. Namun susana di akhirat akan sangat berbeda.
Begitu dahsyatnya surga dan neraka, maka seseorang tidak sanggup lagi memikirkan orang lain. Semua sibuk menyiapkan jawaban sambil menunggu giliran maju ke pengadilan. Bersiap mempertanggungjawabkan amanah-amanah yang telah diberikan serta menghadapi tuntutan orang-orang yang telah dzhaliminya.
Suasana mencekam di pengadilan akhirat juga bisa dirasakan dari hadits yang disampaikan oleh Aisyah RA yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim. Semua manusia di pengadilan akhirat dalam keadaan telanjang. Tapi tidak ada lagi yang perduli dengan hal tersebut :
“Aisyah berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Manusia akan dikumpulkan pada Hari Kiamat dalam keadaan tanpa alas kaki, telanjang tanpa pakaian, dan tanpa disunat.” Lantas, aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, apa laki-laki dan perempuan memandang satu sama lain?' Rasulullah menjawab, 'Wahai Aisyah, masalah yang akan dihadapi lebih penting dari sekadar melihat satu dengan yang lain' (HR Bukhori, Muslim)”Wallahu a’lam bisshowab.
Posting Komentar