UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Puncak Keikhlasan

  


Saat seseorang menginginkan mencapai level tertinggi, maka langkah pertama ia harus mempelajari level-level yang harus ia tempuh. Langkah kedua adalah memahami syarat-syarat untuk mencapai level-level tersebut dan berusaha menerapkannya. Pelevelan ini hampir ada di semua sisi kehidupan manusia.

Contohnya dalam dunia beladiri karate. Ada level murid (KYU) dan level master (DAN). Saat berada di level KYU, seseorang harus melalui enam tingkatan yaitu sabuk putih, kuning, oranye, hijau, biru, dan coklat. Masing-masing sabuk harus dilewati dengan ujian. Jika ia belum menguasai jurus dengan baik, ia tidak akan bisa mendapat sabuk yang lebih tinggi.

Di level master atau DAN, warna sabuk hanya satu yaitu hitam. Meskipun demikian, ada sepuluh tingkatan yang harus dilewati mulai dari DAN 1 (SHODAN) sampai DAN 10, (JUDAN).

Jika di dalam beladiri saja ada levelnya, tentu di dalam amal ibadah juga mengenal adanya level-level yang menunjukkan tingkat kesempurnaan. Sebagaimana karate, di dalam ibadah, untuk mencapai level tertinggi harus memahami syarat dan karakter setiap level.

Tiga Level Ä°khlas

Salah satu yang sangat penting untuk dipelajari dalam ibadah adalah level keikhlasan. Hal ini disebabkan karena semua amal akan dinilai oleh Allah SWT tergantung niatnya. Jangan sampai seseorang sudah merasa ikhlas, tapi ternyata masih berada di level bawah Ia akan mendapat ganjaran sebesar sepuluh kali, tujuh ratus kali atau lebih tergantung dari keikhlasannya.

Beramal karena keinginan dunia 

Ulama membagi level keikhlasan menjadi tiga tingkatan. Level yang pertama adalah level awam atau kebanyakan orang lakukan. Pada level ini, seseorang beribadah karena menginginkan kebaikan dunia untuk dirinya. Contohnya saat ia bersedekah, yang ada dalam dirinya adalah keinginan agar dengan sedekah tersebut ia akan mendapatkan rezeki yang lancar.

Contoh lainnya adalah membaca surah Al-Waqiah setiap hari agar terhindar dari kefakiran. Apakah ini masih bisa disebut ikhlas? Tentu saja masih dalam ruang lingkup ikhlas karena ia melakukannya dengan keyakinan bahwa Allah SWT yang menjaganya dari kefakiran. Surah Al-Waqiah yang ia baca, ia gantungkan harapannya kepada Allah SWT, meskipun tujuannya untuk kepentingan dunianya.

Tidak mengapa seseorang beramal karena ingin lancar rezeki, ingin punya anak, ingin umurnya panjang dan lain-lain. Toh di dalam Al-Quran dan hadits juga diterangkan keutamaan-keutamaan dari suatu amal. Contohnya adalah keutamaan memperbanyak istighfar sebagaimana hadits nabi berikut:
Barang siapa memperbanyak istighfar, niscaya Allah memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya dan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. (HR Ahmad)
Memangnya ada orang yang memperbanyak istighfar tujuannya bukan meminta ampun tetapi ingin rezeki yang banyak? Tentu saja ada. Setelah membaca hadits tentang istighfar, ia memperbanyak istighfar untuk mendapat keutamaannya, bukan karena merasa bersalah kepada Allah SWT.

Memangnya boleh baca istighfar motivasi utamanya justru karena rezeki dan bukan ampunan? Tentu boleh karena Nabi Muhammad SAW juga telah menjelaskan efek dari istighfar terhadap rezeki.

Tapi seandainya ia memperbanyak istighfar dengan tujuan agar Allah SWT mengampuni dosa-dosanya, maka ia akan bersih dari dosa. Dan bersihnya diri dari dosa tentu lebih penting dari sekedar rezeki lancar. Bersihnya diri dari dosa otomatis membuat kehidupannya berkah dan rezekinya lancar.

Beramal karena kepentingan akhirat

Level kedua dari keihlasan menurut ulama adalah orang yang beramal karena ingin masuk surga dan terhindar dari neraka. Motivasi utama ia dalam beramal bukanlah urusan dunia tetapi urusan negeri akhirat. Ia tahu bahwa bersedekah itu dapat memberikan kebaikan dunia. Dapat menyembuhkan orang yang sakit, dapat menghindarkan bencana, atau mempermudah urusan. Namun, motivasi terkuat dan utama dalam ia bersedekah adalah agar bisa masuk ke dalam surga.

Hadits yang menjelaskan keutamaan bersedekah untuk kebaikan dunia banyak, tapi yang membuat bergetar hatinya adalah hadist-hadits keutamaan sedekah untuk akhirat sebagaimana berikut:
Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api.(HR. Tirmidzi)
Jauhkan dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan (sedekah) sebutir kurma. (HR Bukhari, Muslim)
Orang yang beramal pada tahapan level kedua ini tidak akan kecewa ketika ia melihat ibadah yang dilakukan tidak merubah kehidupan dunianya. Sholat yang ia kerjakan adalah untuk mengejar kepentingan negeri akhirat sehingga ia tidak perduli jika sholat tidak merubah secara signifikan kehidupan dunianya.

Beramal karena cinta

Level ketiga keikhlasan adalah orang yang beramal karena ingin menyenangkan Allah SWT. Level ini dicapai oleh orang yang mengenal (ma’rifat) Allah SWT dengan baik. Ia sangat mencintai Allah SWT sehingga motivasi utama beramal adalah ingin menyenangkan Allah SWT.

Jika di level pertama dan kedua keikhlasan amal dilakukan untuk kepentingan dirinya, di level ketiga, amal dilakukan bukan lagi untuk kepentingan dirinya. Ia beramal karena ingin membuat Allah SWT tersenyum. Itulah cinta.

Cinta tidak membutuhkan balasan pemberian. Cinta bahkan menghasilkan pengorbanan. Seperti seorang ibu yang sedang merawat bayinya. Ia merasa bahagia ketika bayinya tersenyum dan ia sedih ketika bayinya menangis. Fokusnya adalah kepentingan bayinya, bukan kepentingan dirinya.

Level keikhlasan yang ketiga ini adalah levelnya orang yang jujur ketika mengucapkan “Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil alamin (Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup, dan matiku hanya untuk Tuhan Semesta Alam)." Niatnya sangat bersih dari niat-niat yang lain. Seperti susu murni yang tidak tercampur bahan lainnya.

Orang yang beramal dengan keikhlasan level tiga mengerjakan sholat dhuha bukan karena ingin rezekinya lancar. Ia sholat dhuha karena ia tahu bahwa Allah SWT bahagia melihatnya solat dhuha.

Berbagai level keikhlasan bisa digambarkan oleh perkataan yang diucapkan oleh Ali bin Abi Thalib. Ali bin Abi Thalib berkata, “Ada kaum yang menyembah Allah karena mengharapkan pahala. Inilah ibadah pedagang. Ada kaum yang menyembah Allah karena takut. Inilah ibadah budak. Ada juga kaum yang menyembah Allah karena bersyukur kepada-Nya. Inilah ibadah orang merdeka.”

Aisyah RA di dalam suatu hadits bertanya kepada Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan shalat malam sampai kedua kakinya pecah-pecah, maka aku berkata kepadanya, “Kenapa engkau melakukan seperti ini, wahai Rasulullah? Padahal dosa-dosamu yang telah lalu dan akan datang telah diampuni.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Bukhari)
Jika ahli Badar saja sudah mendapatkan jaminan ampunan dari Allah SWT, tentu Nabi Muhammad SAW lebih layak mendapatkan garansi yang lebih tinggi. Namun, Nabi Muhammad SAW tetap beribadah dengan semangat bahkan mengalahkan orang lain. Beliau sangat bersyukur dan ingin menyenangkan Allah SWT.

Ada saat seseorang beribadah dengan level keikhlasan yang rendah, namun di saat lain ia mampu beribadah dengan level keikhlasan yang tinggi. Semakin seseorang mengenal dan mencintai Allah SWT, maka semakin sering ia beribadah dengan level keikhlasan yang tinggi. 

Kalau ada yang mengatakan, “Aku ikhlas, kok.” Bagi yang sudah mengetahui level keikhlasan boleh bertanya dengan lebih detil, “Ikhlas level berapa?”

*Wallahu a'lam bishshowab*





1 komentar

  1. Bismillahirrahmanirrahim InSyaa Allah masuk level tiga, Aamiin

    BalasHapus
Translate